filename
stringlengths 16
16
| title
stringlengths 22
107
| text
stringlengths 132
2.1k
| softlabel
stringlengths 15
740
|
---|---|---|---|
2017-031-04.json
|
Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal?
|
Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal? | “Penelitian kami di pulau kecil terluar berpenduduk, menemukan bahwa kemiskinan yang terjadi dikarenakan keterbatasan akses dan minimnya pilihan hidup masyarakat. Beberapa pulau kecil di Maluku Barat Daya seperti pulau Liran, pulau Kisar dan pulau Wetar dilayani dengan sarana transportasi laut yang terbatas,” jelas dia.Minimnya sarana transportasi laut, kata Subhan, terlihat dari pelayanan kapal reguler milik Pemerintah yang tidak memiliki jadwal tetap keberangkatan. Kondisi itu, membuat masyarakat tidak memiliki kepastian dan itu menyebabkan biaya menjadi tinggi dan investor enggan datang ke pulau kecil terluar.“Dari sisi transportasi udara, karena kendala teknis, maskapai penerbangan tidak mau mengangkut hasil laut seperti ikan, udang dan lobster dari ibukota kabupaten ataupun kawasan pesisir lainnya,” kata dia.Agar persoalan tersebut bisa dipecahkan, Subhan meminta Negara untuk hadir di pulau terdepan dengan fokus memperbaiki penyediaan sarana transportasi, telekomunikasi, dan membangun infrastruktur yang saling terhubung. Pemerintah, sambung dia, perlu memastikan bahwa program Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) yang dilaksanakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertujuan untuk membangun infrastruktur yang terhubung antara ibu kota kabupaten dengan pulau kecil terluar. Industri PesisirDi saat pembangunan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil terdepan berjalan di tempat, Pemerintah justru melakukan eksploitasi kawasan tersebut melalui pengembangan pariwisata yang didesain untuk menjadi kawasan unggulan di masa mendatang. Proyek pengembangan tersebut, dibuat dengan menggunakan dana yang berasal dari utang luar negeri.
|
[0.9674981236457825, 0.015991976484656334, 0.016509896144270897]
|
2017-031-04.json
|
Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal?
|
Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal? | Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan, pembangunan yang masuk dalam Proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) itu bisa mengancam kehidupan masyarakat pesisir. Tak hanya itu, pembangunan juga dipastikan akan menambah beban utang luar negeri.“Pusat Data dan Informasi KIARA mencatat, dana yang dibutuhkan untuk proyek 10 destinasi wisata prioritas beserta infrastruktur pendukungnya mencapai lebih dari Rp132 triliun,” jelas dia.Salah satu proyek yang masuk dalam KSPN, kata Susan, adalah pembangunan kawasan terpadu Mandalika yang berlokasi di Nusa Tenggara Barat. Proyek wisata paling mutakhir tersebut, digadang-gadang akan menyaingi Bali karena memiliki keindahan wisata laut dan juga kelengkapan alam di darat dan budayanya.Menurut Susan, meski akan mendatangkan banyak uang untuk Negara, namun dia meminta Pemerintah untuk bisa menjamin keberlangsungan warga yang tinggal di kawasan tersebut. Jika itu tidak dilakukan, maka ancaman kehilangan tempat tinggal akan terjadi lagi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.“Kita bisa belajar dari tergusurnya 109 Kepala Keluarga di Gili Sunut, Lombok Timur dimana mereka telah kehilangan tempat mencari nafkah hanya karena wilayah mereka mau dibuat area pariwisata. Bisa dibayangkan proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional ini berpotensi melakukan hal yang sama; perampasan ruang,” tutur dia.Proyek KSPN sendiri, kata Susan, khususnya yang dibangun di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil , itu bertentangan dengan sejumlah peraturan seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 jo UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kemudian, Putusan Mahkamah Konstitusi No 3 Tahun 2010 tentang Larangan Privatisasi dan Komersialisasi Wilayah Pesisir dan Pulau- pulau Kecil.
|
[0.9674981236457825, 0.015991976484656334, 0.016509896144270897]
|
2017-031-04.json
|
Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal?
|
Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal? | “Dan ada juga UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam,” pungkas dia. [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2014-047-04.json
|
Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim
|
Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim | [CLS] Adakah kaitan antara Restorasi Ekosistem dengan perubahan iklim? Tentu saja ada. Restorasi Ekosistem (RE) merupakan upaya untuk memulihkan kondisi hutan alam sebagaimana sedia kala sekaligus meningkatkan fungsi dan nilai hutan baik ekonomis maupun ekologis. Izinnya yang dinamakan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan. Lokasinya berada di hutan alam produksi.Restorasi Ekosistem sendiri adalah upaya pengembalian unsur hayati (flora dan fauna) dan nonhayati (tanah, iklim, tofograpi) suatu kawasan kepada jenis aslinya berikut keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Bila selama ini kayu sebagai primadona, melalui RE banyak jenis manfaat yang bisa dipetik. Mulai dari tanaman biofarmaka (obat) dan bioenergi, penyerap karbon, ekowisata dan ilmu pengetahuan, hingga jasa lingkungan. Hasil kayunya juga dapat dimanfaatkan berbarengan dengan komoditas hasil hutan bukan kayu (non-timber forest products) seperti madu, jernang, rotan, bambu, getah, dan buah-buahan.Kementerian Kehutanan melalui SK.5040/MENHUT-VI/BRPUK/2013 tanggal 21 Oktober 2013 telah mencanangkan areal hutan produksi yang akan di restorasi seluas 2.695.026 hektar. Berdasarkan data Ditjen Bina Rencana Pemanfaatan dan Usaha Kawasan (BRPUK) hingga akhir Desember 2013 terdapat sebanyak 47 pemohon yang telah memasukkan permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE). Namun, baru sekitar 12 pemohon diantaranya telah mendapatkan ijin dengan total areal 480.093 ha.Kaitan Perubahan Iklim dan Restorasi Ekosistem di Mata Para Ahli
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2014-047-04.json
|
Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim
|
Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim | Perubahan iklim terjadi akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) dan karbon dioksida (CO2) yang berimplikasi pada meningkatnya permukaan air laut. Perubahan iklim ini tentunya berdampak negatif terhadap seluruh negara di dunia, terlebih negara kepulauan. Berdasarkan laporan World Bank dan Regional and Coastal Development Centre of ITB (2007), perubahan iklim akan berdampak serius pada Indonesia. Diperkirakan, dalam 30 tahun ke depan, sekitar 2.000 pulau kecil di Indonesia akan tenggelam ketika peningkatan air laut mencapai 0,80 m.Negara-negara di dunia pun sepakat untuk menangani “hantu” perubahan iklim ini dengan berbagai cara. Namun, secara umum yang sering didengungkan adalah melalui mitigasi dan adaptasi. Mitigasi merupakan upaya untuk mengurangi meningkatnya peredaran GRK ke atmosfer yang sangat penting melindungi bumi dari pancaran langsung sinar matahari. Sedangkan adaptasi adalah upaya cerdas kita menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi lingkungan yang berubah akibat iklim yang berubah juga.Seperti yang disampaikan oleh Agus Purnomo, Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim, RE tidak hanya memulihkan keanekaragaman hayati dan meningkatkan pendapatan penduduk lokal. Tetapi juga, secara langsung mengurangi emisi gas rumah kaca dengan menambah simpanan karbon di atas permukaan tanah dan menjaga lepasnya karbon yang tersimpan di bawah tanah.Menurut Agus, simpanan terbesar karbon itu berada di lahan gambut. Kaitannya dengan restorasi ekosistem adalah, lahan gambut harus menjadi prioritas restorasi di masa depan, baik yang sudah dimoratorium maupun yang ada di luar kawasan, karena cadangan karbonnya yang begitu besar. Jumlah karbon yang tersimpan di bawah permukaan lahan gambut hanya untuk kawasan seluas sembilan persen. Sisanya yang 91 persen berada di lahan mineral yang stok karbonnya hanya 41 persen.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2014-047-04.json
|
Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim
|
Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim | Indonesia pun berkomitmen dalam mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen dengan kemampuan sendiri. Dengan bantuan dunia internasional menjadi 42 persen hingga tahun 2020 nanti. Jumlah karbon yang ada terhitung dari tahun 2009 hingga 2020 diperkirakan sekitar 1,6 giga ton.Agus juga mengatakan bahwa kawasan hutan yang tidak dikelola dengan baik merupakan kondisi yang mengkhawatirkan. Untuk itu, hutan harus dipulihkan dengan cara meningkatkan luasan hutan alam yang akan direstorasi. “Semakin banyak RE yang dilakukan, semakin kuat juga masyarakat menghadapi perubahan iklim” tuturnya.Mangarah Silalahi, Kepala Resource Center, Pengembangan Restorasi Ekosistem Burung Indonesia, menuturkan bahwa RE diyakini dapat berkontribusi besar terhadap upaya mitigasi di sektor kehutanan. RE merupakan pendekatan baru dalam membangun adaptasi perubahan iklim berbasis ekosistem. “Selain itu, RE berpeluang menyatukan bentang hutan alam yang terpisah bahkan mengurangi laju deforestasi dan emisi karbon, “ujarnya.Pemerintah telah menetapkan kehutanan sebagai sektor utama (leading sector) untuk mencapai target penurunan emisi GRK. Untuk itu, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penerapan strategi pembangunan rendah karbon. “Restorasi Ekosistem akan memainkan peran yang sangat penting dalam perubahan iklim ini,” lanjut Mangarah.Dodik Ridho Nurrochmat, Direktur Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian IPB, punya pandangan kritis. Menurut Dodik memang benar tujuan RE di hutan produksi adalah memulihkan unsur biotik dan abiotik hingga tercapai keseimbangan hayati. Namun begitu, hingga kini belum ada peraturan yang jelas dan terukur mengenai kriteria pencapaian keseimbangan hayatinya.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2014-047-04.json
|
Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim
|
Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim | Tolok ukur yang dapat dipertimbangkan adalah kembalinya kondisi asli ekosistem seperti tutupan vegetasi asli, bentang alam, serta ragam flora dan faunanya. Selain itu, adanya besaran stok karbon yang dapat dijadikan referensi pada tingkat tapak yang berkontribusi bagi pengurangan emisi dalam skema REDD+.Dodik juga mengkritisi batasan minimal keberhasilan RE sebagai green business yang sebaiknya ditetapkan secara filtering, bukan weighting. “Filtering lebih berorientasi pada pemulihan fungsi produksi hutan yang selanjutnya diikuti perbaikan ekologi dan berujung pada keterimaan secara sosial. Sementara weighting lebih mengutamakan fungsi hutan untuk produksi,” terangnya.Sebagai inovasi yang bernas dan cerdas, RE dipastikan memiliki masa depan yang cerah. Terlebih, skema ini tidak merugikan negara, sebaliknya sangat membantu. Untuk itu, harus ada legal framework yang sifatnya koalisi agar RE akan selalu didengar oleh para pengambil kebijakan di Indonesia ini.Ini penting, mengingat luas hutan alam produksi Indonesia saat ini sekitar 73,9 juta hektar. Dari luasan tersebut, sekitar 35,04 juta hektar telah mendapatkan izin pemanfaatan yang termasuk di dalamnya Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) seluas 480.093 hektar.Sebagaimana yang disampaikan Agus Purnomo, setiap lima tahun sekali kita memiliki kesempatan untuk memperbaiki kondisi negeri ini. Caranya, kita harus mendukung presiden yang peduli lingkungan, yang membuat peraturan yang lebih baik dan tidak terkotak-kotak pengelolaannya. Bebas interfensi politik. Sebagai gambaran, saat ini kewenangan pemerintah pusat (Jakarta), daerah, dan kehutanan masih pecah. Situasi yang menyedihkan, tentunya.Jadi, sekarang lah saat yang tepat untuk kita bersikap.Rahmadi Rahmad, penulis kolom dan saat ini bekerja sebagai Media and Communication Officer pada Burung Indonesia [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2021-055-03.json
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan | [CLS] Bagi banyak orang aktivitas Sudarmi (56) sehari-hari ibarat siang dan malam. Di suatu saat dia bisa jadi perias pengantin, di kesempatan lain dia sering tampak berada di hutan, di antara tumpukan log kayu jati.Sudarmi memang sosok unik. Dia sedikit dari perempuan Indonesia yang bekerja di sektor kehutanan yang umumnya didominasi kaum pria.Dua tahun lalu Sudarmi terpilih menjadi ketua Koperasi Wana Manunggal Lestari (KWML). Sebuah koperasi yang mewadahi para petani yaitu petani Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan petani Tanaman Hutan Rakyat (THR) yang berada di sebagian wilayah Gunungkidul.Sudarmi juga ketua Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (HKm) Sedyo Rukun di Desa Banyusoco. Istimewanya, sebagian besar anggota HKm ini perempuan. Selain itu, dia juga dipercaya sebagai ketua Paguyuban HKm Gunung Seribu, yang beranggotakan kelompok yang berjumlah 35 kelompok. Kelompok Tani HKm Sedyo Rukun berdiri sejak 2000. Pada 2007 ia mendapat izin pengelolaan hutan negara seluas 17 hektar selama 35 tahun di Hutan Paliyan. Lokasinya berada di sebelah hutan negara yang dikelola Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Yogyakarta. Sebuah jalan aspal membelah di antara keduanya.Kelompoknya sudah melakukan panen kayu sebanyak dua kali, yaitu pada 2019 dengan luas 9 hektar, lalu pada 2020 dengan luas 3,5 hektar. Tahun ini panenan kayu di lahan seluas 4,5 hektar akan dilaksanakan sekitar bulan Juni.Menurut Sudarmi, kali ini jumlah pohon yang dipanen sebanyak 2.736 batang. Pemanenan berikutnya sebutnya baru akan dilakukan 10 atau 15 tahun lagi.Pada 2018 lalu, kelompok ini menjadi juara ketiga dalam lomba Wana Lestari yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sedyo Rukun dianggap berprestasi karena berhasil memberdayakan dan mengubah perilaku masyarakat di bidang lingkungan hidup.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2021-055-03.json
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan | Berlanjut di 2019 lalu, Sudarmi mendapat anugerah sebagai salah satu tokoh perhutanan sosial dari 20 orang terpilih dari seluruh Indonesia dari KLHK. Indikatornya, kepeloporan, konsistensi, dan kemampuan kolaborasi untuk mengelola dan melestarikan hutan.Baca juga: Sri Hartini, Saat Perempuan Ambil Bagian Jadi Pelindung Hutan Wonosadi Hasil produksi kayu lestari KWML memang dari tahun ke tahun semakin besar. Pada 2019 tiga kelompok HKm yang tergabung dalam koperasi memanen kayu jati di lahan seluas 28 hektar dengan tebangan 274 meter kubik, total pendapatannya Rp. 328.000.000.Setahun berikutnya jumlah itu meningkat. Empat kelompok HKm memanen 45 hektar, produksi kayu sebanyak 655 meter kubik, dengan pendapatan Rp 978.528.500.Di tahun ini, mereka menargetkan ada 10 kelompok HKm yang akan memanen kayu dengan luas panen 110 hektar. Produksi kayu sebesar 1.630 meter kubik, dengan potensi pendapatan diperkirakan sebesar Rp 3.080.346.715.Agar hutan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi anggota, Kelompok Tani Sedyo Rukun pun menanami aneka bahan jamu di bawah tegakan. Ada kelompok bernama Sedyo Rukun yang menjadi wadah anggota untuk mengolah empon-empon.Mereka membuat aneka serbuk minuman jamu, gula kunir, jahe kristal, wedang uwuh. Juga membuat aneka cemilan dari umbi garut dan olahan pisang.Tak hanya mengolah aneka pangan, kelompok Sedyo Rukun membuat batik memakai pewarna alami daun jati. Selain itu mereka juga memproduksi sabun pewarna alami. Ini dilakukan dengan memanfaakan sumber lokal yang bisa menambah pendapatan.Pada 2018 kelompok ini coba menanam porang. Porang dipilih karena dianggap memberikan hasil yang lebih baik dibanding palawija. Tahun ini mereka akan coba menanam nilam sebanyak 22 ribu batang di lahan seluas 1 hektar.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2021-055-03.json
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan | Sudarmi bilang penyiapan lahan itu untuk uji coba. Jika berhasil maka lahan yang ditanam nilam akan diperluas lagi. Diharapkan setiap lima bulan sekali mereka bakal panen selama dua tahun.Sebagai koperasi serba usaha, KWML mempunyai unit bisnis penggergajian kayu agar nilai tambah kayu meningkat menjadi barang setengah jadi. Mereka menerima penggergajian baik dari anggota maupun non anggota. Setidaknya per hari bisa diolah 2 meter kubik log kayu menjadi kayu olahan.Baca juga: Our Mothers’ Land, Jejak Pejuang Lingkungan Perempuan Indonesia Kayu BersertifikatKWML juga menjalankan jual beli kayu bersertifikat, baik berbentuk log bulat maupun kayu gergajian. Mereka pun menerima pemesanan produk kayu seperti mebel, kusen jendela maupun pintu dari konsumen.Koperasi ini pernah mendapatkan Sertifikat Ekolabel pengelolaan hutan rakyat secara lestari oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Koperasi juga beroleh Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk unit manajemennya.Manfaat terbesar dirasakan petani atas keberadaan koperasi adalah jaminan harga beli kayu lestari. Sementara koperasi memiliki jaminan pasar karena telah mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang sudah terdaftar ke Sistem Informasi Penatausahaan Hasil hutan (SIPUHH).Lalu bagaimana Sudarmi menjalankan organisasi? Apa pandangan dia tentang konsep hutan lestari untuk kesejahteraan?Mongabay Indonesia mengunjungi kediamannya pada tanggal 27 Maret 2021 lalu. Sudarmi mengajak mengunjungi lahan pembibitan, areal tebangan, dan unit penggergajian kayu. Mongabay kembali menghubungi Sudarmi melalui sambungan telpon pada 9 April lalu. Berikut petikan wawancaranya. Mongabay: Bisa cerita secara singkat bagaimana Anda berkecimpung di bidang kehutanan?
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2021-055-03.json
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan | Awalnya sebagai anggota Kelompok Tani Sedyo Rukun. Seiring berjalannya waktu saya jadi pengurus. Kemudian tahun 2013 dipercaya teman-teman jadi ketua HKm Sedyo Rukun. Ternyata ada rasa suka dengan berkecimpung di hutan.Kami bisa bareng-bareng mengelola hutan, menanam, memelihara, memanen. Sampai tahun 2019 saya dipercaya menjadi ketua KWML. Pada tahun itu koperasi direvitalisasi, yang semula mengalami masa vakum karena tidak ada kegiatan oleh pengurus dan anggota saat itu.Dengan keikhlasan untuk mencintai hutan maka semua kegiatan bisa kami laksanakan dengan lancar. Ini tidak terlepas dari dukungan dan motivasi dari anggota kempok dan para stakeholder yang terkait. Mongabay: Mengapa suka bidang kehutanan?Ketika pertama kali masuk saya tidak tahu juga. Sempat ada keraguan, apakah saya bisa, apakah saya mampu mengelola dengan membawa teman-teman yang banyak itu. Awalnya seperti itu. Tetapi setelah saya lakukan, ternyata itu bukan sesuatu yang sulit.Ketika kami mengadakan penebangan kayu, melaksanakan penanaman, ternyata di sana kami menemukan sesuatu yang menyenangkan. Cuma satu yang tidak bisa saya lakukan. Perempuan kalau disuruh angkat-angkat memang bukan bidangnya ya. Mongabay: Menurut Anda keterlibatan petani hutan perempuan di sini seperti apa?Saya menilai petani perempuan saat ini justru kegiatannya semakin aktif. Lebih aktif dibandingkan laki-lakinya. Masalahnya mungkin, bapak-bapak tidak fokus di pertanian saja. Kadang-kadang mereka juga bekerja di luar, bekerja di kota, ada yang menjadi tukang, dan sebagainya.Perempuan bekerja di dalam bidang pertanian menurut pandangan kami lebih telaten, mendalam dan detil dibanding dengan bapak-bapak. Ketika dipegang perempuan menurut saya persentase keberhasilannya bisa dibilang lebih tinggi daripada yang dikelola bapak-bapak.
|
[0.0114072784781456, 0.010542696341872215, 0.9780499935150146]
|
2021-055-03.json
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan | Memang, kalau di sektor kehutanan secara umum itu agak kurang. Permasalahannya sektor hutan berhubungan dengan kayu. Ketika berhubungan dengan kayu atau olahan, lebih condong banyak laki-lakinya daripada perempuan. Mongabay: Mengapa perempuan di sini bisa lebih aktif berorganisasi?Saya juga tidak tahu, apa karena mungkin ketuanya perempuan, jadi kami lebih mudah menggerakkan ibu-ibunya. Bahkan ketika melakukan tebangan kayu di situ juga ada perempuan yang ikut. Kami ikutkan dua perempuan untuk mencatat di buku ukur. Meski panas atau hujan, mereka kita libatkan di sana. Mongabay: Apa karena perempuan lebih bisa dipercaya?[Tertawa]. Nggak tahu juga ya. Yang jelas ketika perempuan ikut, yang saya lihat perempuan lebih disiplin, atau teliti. Saya lebih senang ketika kegiatan itu memang yang ikut perempuan. Jadi saya tekankan terutama di kelompok kami, saat kegiatan tebangan di lahan, saya mengajak ‘Ayo ke sini ibu-ibu. Bapak-bapak cuma bikin ribet saja.’ Mongabay: Masuknya banyak anggota perempuan itu ketika melakukan revitalisasi koperasi?Kalau di dalam koperasi memang iya. Kebanyakan perempuan setelah revitalisasi. Kita di KWLM istilahnya belum ada cabang. Koperasinya serba usaha dan simpan pinjam. Usaha kita tentang pengolahan kayu. Di situ ada gergaji dan sebagainya. Kita mengolah kayu, yang log kita olah di situ masih dalam bentuk setengah jadi.Kita bisa menjual barang setengah jadi, bisa juga ketika ada pesanan kita menjual barang jadi. Usaha kita memang penggergajian kayu. Mongabay: Seberapa jauh manfaat koperasi Wana Manunggal Lestari dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya?Memberikan kesejahteraan berupa pembelian kayu dengan harga pasti. Ketika koperasi membeli kayu, petani merasa terlindungi. Petani memilih menjual ke koperasi dibanding langsung menjual ke pembeli.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2021-055-03.json
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan | Kalau lewat koperasi kayu dihargai sesuai harga yang sudah menjadi kesepakatan. Petani yang berhubungan langsung dengan pembeli sering dipermainkan. Misalnya, kayu ukuran A2 semula harga Rp 2,3 juta, ketika ketemu pembeli dia bisa turunkan harga dengan alasan kayunya rusak, cacat, bengkok. Mongabay: Apa susahnya perempuan jadi ketua koperasi perkayuan? Pernah ada yang meragukan kemampuan Anda?Kita harus bisa membagi waktu sebaik mungkin. Karena harus berbagi waktu dengan keluarga juga kan. Kadang ada juga yang meragukan, apa mungkin perempuan bisa memimpin, apalagi hutan identik dengan laki-laki. Saya tidak mau menunjukkan apa saya bisa atau tidak. Dijalani saja, nanti kelihatan hasilnya, berhasil atau tidak. Mongabay: Ada tulisan ‘Hutan adalah Emas Hijau Titipan Anak Cucu’ di papan nama HKm Sedyo Rukun, apa artinya?Yang namanya hutan, apa yang ditanam di tahun ini belum tentu kita yang bakal memanennya. Misalnya jati, jangka waktunya puluhan tahun. Kita tidak tahu umur kita sampai di mana, jadi itu untuk anak cucu kita. Mongabay: Apa pandangan Anda terkait fungsi hutan?Fungsi hutan sebenarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Kelestarian hutan itu tidak berarti ketika kita tebang kayu dilakukan sebanyak-banyaknya untuk dapat hasil maksimal, bukan itu.Ada aspek kelestarian. Mungkin lima tahun pertama apa, lima tahun ke dua, apa, lima tahun ketiga apa, setelah tebang terus kegiatan kita apa. Itu yang namanya lestari. Ketika hutan kita lestari otomatis memberikan kesejahteraan untuk masyarakat. Mongabay: Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan atau pinggir hutan sering dianggap masyarakat miskin. Banyak yang meragukan bahwa hutan bisa memberi kesejahteraan. Menurut Anda?
|
[0.00022448855452239513, 0.9995179176330566, 0.00025760283460840583]
|
2021-055-03.json
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan
|
Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan | Mungkin karena dia belum merasakan. Ketika dia sudah tahu apa fungsi hutan, apa manfaat hutan sebenarnya banyak yang bisa dimanfaatkan. Umumnya masyarakat sekitar hutan, mayoritas bertani saja. Kalau tidak mengelola hutan kita mau ngapain, kita kan tidak bisa bercocok tanam ke tempat lain. Bisanya kita cuma memanfaatkan hutan tersebut. ***Foto utama: Sudarmi, sosok pelestari hutan di Gunung Kidul. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2017-086-14.json
|
Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia?
|
Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia? | [CLS] Keberadaan rumpon di seluruh Indonesia tidak akan mendapat tolerasi lagi dari Pemerintah. Dengan tegas, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan akan membersihkan seluruh rumpon yang sudah ada di bawah perairan di seluruh daerah.Diterapkannya kebijakan tersebut, tak lain karena rumpon dinilai bukan sebagai sarana untuk menangkap ikan yang baik. Dengan kata lain, keberadaan rumpon dinilai bisa merusak ekologi perairan setempat dan itu bisa mengancam keberadaan ikan-ikan.Hal tersebut diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyikapi semakin maraknya pengusaha dan nelayan yang menggunakan rumpon untuk menangkap ikan. Menurut dia, rumpon tidak akan diberi tempat lagi di perairan Indonesia.“Rumpon, apapun nama dan bentuknya, itu adalah mengganggu. Selain itu, rumpon juga ilegal, karena Pemerintah tidak pernah mengeluarkan izin dalam bentuk apapun,” ungkap dia di Jakarta, akhir pekan lalu.Meski Susi tidak menampik ada rumpon yang sudah lama berada di bawah perairan Indonesia, namun dia tidak akan membiarkannya untuk tetap ada. Pasalnya, jika terus dibiarkan, keberadaan rumpon bisa menurunkan kualiats lingkungan hidup di sekitar perairan tersebut.“Jadi jelas kalau rumpon itu harus dibasmi sampai habis,” ucap dia.Karena rumpon dilarang, Susi memastikan bahwa tidak ada izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat ataupun daerah. Hal itu, karena izin rumpon itu hanya diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. Jika di daerah ada rumpon dengan izin Pemerintah Daerah, itu bisa dipastikan adalah rumpon ilegal.“Kita perlu dukungan semua pihak untuk menertibkan keberadaan rumpon ini. Karena, tidak semua bisa kita pantau. Jika ada yang tahu di daerah ada rumpon yang berizin pemda setempat, laporkan ke kami. Itu ilegal,” jelas dia.
|
[0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408]
|
2017-086-14.json
|
Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia?
|
Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia? | Berkaitan dengan rumpon di daerah tersebut, Susi mendapat laporan ada rumpon liar di sekitar Laut Seram, Maluku. Keberadaan rumpon tersebut, dipastikan akan ditertibkan karena itu tidak berizin dan bisa merusak ekologi perairan setempat.“Satgas 115 juga kini akan mendalami kasus rumpon di Laut Seram yang diduga kuat berjumlah banyak dan dimiliki perusahaan besar,” katanya.Menurut Susi, semakin banyak rumpon yang dipasang di perairan Indonesia, maka itu akan berpotensi mengalihkan pergerakan tuna ke dalam kawasan perairan nasional. Jika itu dibiarkan, maka itu dinilai bisa merugikan nelayan kecil dan tradisional.Susi menyebut, selain di Laut Seram, perairan yang saat ini diketahui terdapat banyak rumpon, adalah di sekitar perairan Nusa Tenggara Timur (NTT), Teluk Tomini (Sulawesi Tengah) dan Bitung (Sulawesi Utara).“Di sana, tangkapan nelayan tradisional sebagian besar hanya malalugis yang dikenal sebagai ikan umpan untuk tuna. Padahal potensi tangkapan di sekitar Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik sangat besar karena merupakan habitat tuna dan ikan pelagis besar lainnya,” tutur dia.Menurut Susi, ikan-ikan seperti tuna dan pelagis besar lain biasanya hidup bergerombol di dalam perairan, namun kemudian terhadang rumpon dan akhirnya hanya berputar-putar di sekitar rumpon saja. Dia yakin, jika rumpon tidak ada, ikan akan mendekat ke pesisir. Apa Itu Rumpon?Dilansir berbagai sumber literasi, rumpon adalah jenis alat bantu penangkapan ikan yang biasanya dipasang di bawah laut, baik perairan dangkal maupun dalam. Tujuan pemasangan rumpon, adalah untuk menarik sekumpulan ikan yang ada dan berdiam di sekitar rumpon. Setelah terkumpul, ikan-ikan tersebut biasanya akan ditangkap.
|
[0.0114072784781456, 0.010542696341872215, 0.9780499935150146]
|
2017-086-14.json
|
Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia?
|
Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia? | Rumpon yang dikenal dewasa ini, tidak lain adalah karang buatan yang sengaja dibuat oleh nelayan atau pengusaha perikanan. Agar ikan bisa datang lebih banyak, biasanya rumpon juga terdiri dari berbagai jenis barang lain seperti ban, dahan dan ranting pohon.Agar barang-barang tersebut bisa tetap berada di bawah air, biasanya akan disertai dengan alat pemberat berupa beton, bebatuan, dan alat pemberat lain. Supaya posisi rumpon bisa aman di tempat semula, biasanya alat pemberat akan ditambah lagi jika memang diperlukan.Meski rumpon adalah karang buatan yang berfungsi sebagai rumah ikan yang baru, namun pembuatannya biasanya dilakukan sealami mungkin mendekati rupa asli dari karang alami. Rumpon yang sudah ditanam tersebut, kemudian akan diberi tanda oleh pemiliknya, sehingga memudahkan mengidentifikasi jika sedang berada di atasnya.Di Indonesia, sebagian besar rumpon yang ditanam terdiri dari tiga jenis:.Rumpon Itu Merugikan?Sebelum Susi mengeluarkan kebijakan pada awal 2017, menteri asal Pangandaran, Jawa Barat itu juga sudah mengeluarkan pernyataan serupa pada medio 2016 di Institut Pertanian Bogor (IPB). Tetapi, di kampus tersebut, Susi mendapat penolakan argumen dari pengajar Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan IPB, Roza Yusiandayani.Menurut Roza, kebijakan pelarangan rumpon di tengah laut yang diterapkan KKP harusnya bisa dipertimbangkan kembali. Hal itu, karena penanaman rumpon banyak memberi manfaat ekonomi bagi nelayan tradisional.“Saya sudah 25 tahun melakukan penelitian, selain itu saya juga baca di berbagai jurnal ilmiah. Jadi, saya tidak sepakat jika rumpon harus dimusnahkan,” ujar dia.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2017-086-14.json
|
Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia?
|
Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia? | Seusai diskusi, Roza menjelaskan, rumpon yang ada saat ini sudah meningkatkan pendapatan tangkapan ikan bagi nelayan. Tak tanggung-tanggung, dia menyebut peningkatannya bisa mencapai 40 persen lebih. Jika dirupiahkan, per kapal bisa mendapatkan penghasilan rerata Rp10-60 juta dan itu bisa membantu perekonomian nelayan.Berkaitan dengan pernyataan Susi yang menyebut rumpon itu dilarang, Roza memaparkan fakta bahwa rumpon sudah diatur dalam SK Mentan nomor 51/KPTS/Ik.250/1/97. Dalam SK tersebut, rumpon diakui sebagai alat bantu penangkapan ikan yang dipasang didasar laut.“Di Bengkulu, ada rumpon yang dipasang dan itu punya orang Jakarta. Namun, nelayan setempat bisa memanfaatkannya karena bisa mencari ikan di sekitar rumpon tersebut. Rumpon bisa menjamin kelangsungan hidup ikan dengan ukuran 100 sentimeter,” jelas dia.Karena ada manfaat yang dirasakan, Roza meminta Susi untuk mempertimbangkan kebijakan pelarangan rumpon di seluruh wilayah perairan Indonesia. Kata dia, jika memang pelarangan akan diberlakukan, maka itu lebih tepat diterapkan kepada rumpon yang dimiliki investor asing.“Kalau mau dimusnahkan, ya rumpon punya asing saja. Kalau rumpon punya nelayan lokal, sebaiknya jangan ya. Itu bermanfaat banyak,” pungkas dia. [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2019-036-14.json
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit | [CLS] Tanaman seragam, jalan pun serupa. Udara panas dan debu tampak pekat mengepul. Inilah pemandangan di kebun-kebun sawit perusahaan. Sawit itu menghampar dari Sulawesi Barat, di Mamuju Tengah, menuju Pasang Kayu, hingga Sulawesi Tengah di Donggala dan Morowali.Satu grup yang dominan memiliki lahan perkebunan adalah Astra Agro Lestari, dengan anak perusahaan seperti PT Mamuang, PT Lestari Tani Teladan (LTT), PT Letawa, PT Pasangkayu, PT Suryaraya Lestari, dan PT Badra Sukses. Perusahaan lain, ada Wahana Global dan Trinity.Di Desa Salugatta, Mamuju Tengah, hamparan yang dulu kebun karet berubah jadi sawit. Ketika berdiri di sebuah bukit, hamparan sawit itu bagai tak berujung. Di ujung batas pandang mata, tanaman itu samar tetap berdiri. “Sawit semua,” kata pesepeda motor yang beristirahat di pondok kayu.“Saya melintas mau ke Mamuju, dari Palu. Mau istirahat cari tempat rekreasi kayaknya tidak ada,” katanya.Kami bersapa pada akhir Juni di siang terik sekitar pukul 13.00. Di tempat ini, mengendarai sepeda motor rasanya serba salah memilih pakaian. Memakai jaket, keringat bercucuran. Tak menggunakan pakaian pelindung, kulit rasa terbakar. Selama empat hari di Topoyo, pusat kota Mamuju Tengah, saya berkeliling dengan sepeda motor.Baca juga: Nestapa Petani Polanto Jaya di Tengah Ekspansi Kebun Sawit Astra (Bagian 1)Di Desa Tobadak, tempat tinggal Bupati Mamuju Tengah, Aras Tammauni, seperti kampung umumnya, ada sekolah, mesjid, lapangan, dan prasana umum lain. Jalan mulus dengan aspal licin. Rumah-rumah panggung dan beton berdiri. Rumah Aras, berpilar besar, berwarna putih, dan bagian depan ada mesin ATM Bank Negara Indonesia. Rumah pribadi, sekaligus jadi rumah jabatan.Di Topoyo, tak banyak orang yang ingin bercerita mengenai sawit dan kemelutnya tetapi mereka memilih bungkam.“Saya tahu, ada banyak soal di Topoyo. Ada beberapa perampasan lahan. Tapi kami tak berani,” kata salah seorang penduduk yang saya temui.
|
[0.01205351296812296, 0.9745531678199768, 0.013393302448093891]
|
2019-036-14.json
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit | Di Topoyo, ada banyak keluarga datang lewat program transmigrasi. Mereka mengadu nasib dan membentuk ikatan kuat, tetapi tidak dalam kekuatan politik. Para pendatang ini hingga sekarang masih ketakutan untuk bersuara.Pada pemilihan Bupati Mamuju Tengah 2015, Aras mengumpulkan suara nyaris 98%. Kemenangan mutlak yang membuat beberapa koleganya ikut menduduki kursi legislatif. Aras adalah bupati yang mendukung pengembangan perkebunan sawit. Bagi dia, sawit adalah tanaman terbaik untuk meningkatkan pendapatan masyarakat karena tidak rewel.“Penghasilan masyarakat bertambah dari sawit. Ini jadi tanaman favorit karena tidak manja,” katanya dikutip dari Fajar.co.id.Aras juga mengakui jadi bagian dari Astra, sejak beberapa tahun lalu. Perusahaan ini dia bilang ikut menggerakkan putaran ekonomi Mamuju Tengah sampai Rp80 miliar setiap bulan. Hasil sawit kecil“Sebenarnya, sawit untuk PAD Mamuju Tengah, sangat kecil. Tak sampai 10% dari total PAD kita,” kata Arsal Aras, Ketua DPRD Mamuju Tengah.Arsal adalah anak Aras. Pada pemilihan legislatif 2019, dia kembali terpilih melalui usungan Partai Demokrat. Selain Arsal, tiga saudara lain juga terpilih kembali menduduki kursi legislatif. Masing-masing, Arwan Aras, melalui PDI Perjuangan, melenggang ke Senayan.Amalia Putri Aras dari Partai Demokrat kembali memenangkan satu kursi di Sulawesi Barat. Nirmalasari Aras dari Partai Demokrat, juga istri wWakil Bupati Mamuju.Saya menemui Arsal di Makassar, awal Juli 2019. Dia mengatakan, pemerintah yang dinahkodai bapaknya sangat terbuka dan berjalan transparan. Dia memastikan, tak ada kepentingan politik. Legislatif, katanya, memberi masukan pada eksekutif.
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2019-036-14.json
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit | Dia berkali-kali mengungkapkan, kalau dewan dan pemerintah daerah adalah mitra. “Jika pemerintah daerah bilang sawit terbaik, saya kira itu juga bisa direvisi. Sekarang kami bekerja sama dengan dinas terkait, mencoba mendorong pengembangan komuditi lain. Saya kira sawit tak signifikan untuk masyarakat secara umum,” katanya.Meskipun begitu, katanya, karena masyarakat sudah terlanjur menanam sawit, pengembangan komoditas lain pun secara pelahan.Bagi Arsal, sawit hanya tanaman industri. Modal besar dengan pembagian hasil jauh lebih sedikit karena perizinan utama di Jakarta. “Jadi, daerah hanya mendapat bagi hasil. Sedikit sekali. Tidak usah disebut.”Meski demikian, Arsal juga punya kebun sawit sekitar empat hektar. “Tidak banyak. Itu ditanam sejak awal, dari bapak (Aras),” katanya. ***Sekitar satu km, dari kediaman Aras, seorang buruh harian dari PT Badra Sukses, sedang memanen. Dia ditemani anaknya yang sedang libur sekolah. Dia berjalan membawa galah besi di bagian ujung ada celurit.Ketika tandan buah itu menghempas, dia kembali mengaitkan galah di pelepah daun dan menariknya. Di tanah, pelapah itu ditebas pakai parang. Anaknya dengan tombak menikam tandah buah dan menaikkan ke troli. Setelah lima atau enam tandan, dia angkut ke tempat pengumpulan di sisi jalan utama.Buruh itu tak ingin disebut namanya. Dia khawatir, kemudian hari ada masalah. Baginya, jadi buruh sawit adalah pilihan tepat. Penghasilan setiap bulan Rp2,5 juta. Sekali setahun mendapat tunjangan hari raya, dan beberapa bulan sekali bonus. “Jadi, kalau dapat bonus, bisa Rp2,7 juta,” katanya.Buruh-buruh ini bekerja hampir saban hari. Setiap pagi hingga menjelang magrib. Mereka membersihkan dan memanen sedikitnya empat hektar. “Saya tak punya lahan, mau tak mau harus bekerja seperti ini.” Polusi limbah sawit
|
[0.01205351296812296, 0.9745531678199768, 0.013393302448093891]
|
2019-036-14.json
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit | Seratusan kilometer ke Desa Tawiora, Donggala, seorang warga dari Desa Polanto Jaya, menemani saya. Pakai sepeda motor, dia meliuk memasuki perkebunan sawit PT Letawa dan PT Lestari Tani Teladan (LTT). Di jalan kerikil luas, kami melewati kubangan tempat pembuangan limbah perusahaan. Limbah sudah jadi serbuk hitam dan aroma tak lagi begitu menyengat.Berbeda kala melewati kebun musim penghujan. Dia pakai masker tetapi bau busuk tetap tercium.Selama 15 hari berkeliling dari Mamuju Tengah, Mamuju Utara, hingga Rio Pakava, saya menemukan aroma serupa di sekitaran PT Pasang Kayu–juga anak perusahaan Astra Agro Lestari.Tawiora, merupakan desa paling ujung di Donggala. Desa ini berbatasan dengan Pasang Kayu. Patok batas provinsi untuk Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah, juga di tempat ini. Berdiri dengan tembok berwarna putih sekitar 20 meter dari bibir Sungai Lariang.Tawiora, sebelumnya desa nan sejuk. Sejak terjadi perubahan bentangan dari pohon-pohon besar beraneka ragam jadi sawit, membuat kesejukan bagai tertelan.Penduduk yang dulu bermukim beberapa ratus meter dari bibir sungai, terdesak menuju pinggiran sungai. Kampungnya, sudah jadi HGU dari LTT.Halaman depan, halaman belakang, samping rumah, ada sawit. “Kami tidak lagi punya tanah,” kata Idris Buka, warga setempat.Awal 2019, Mursin bagian dari tim desa yang pengukuran untuk program proyek operasi nasional agraria (Prona).Dia bersama tim BPN/ATR membentang meteran dan memastikan lahan masyarakat. Hasilnya, nihil. Semua tempat adalah HGU perusahaan. “Jadi, kami mau bilang apa? Mungkin karena desa kami jauh dari tersembunyi, maka tak diperhatikan,” katanya.
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2019-036-14.json
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit | Di tepi Sungai Lariang, kami berdiri dan melihat arus air yang bergerak cepatt, tetapi lembut. Warnanya coklat bercampur lumpur. Ada dua rumah warga yang hanya tersisa pondasi dan puing yang hancur. Lariang, menghanyutkannya dengan cepat. Sisi sungai ini juga dikenal dengan nama pangkalan – merujuk pada aktivitas – pendaratan kayu-kayu ilegal.Bantalan-bantalan balok yang terendam dengan ikatan-ikatan kuat dari rotan yang ditarik dengan perahu dari hutan Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat. Di Towiara, balok itu diolah di rumah-rumah produksi sawmil. Kampung ini juga dikenal dengan sebutan kampung logging.“Kami mau berkebun, tapi lahan sudah diambil oleh perusahaan,” kata, salah seorang warga. ***Di Kampung Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Pasang Kayu, seorang pria berusia 73 tahun, duduk di kursi ruang tamu. Dia menghadap ke pintu utama rumah. Namanya, Lamisi. Sudah dua kali dia masuk penjara karena tuduhan menyerobot dan mencuri buah sawit milik PT Letawa.Tanah itu, dia kelola sebelum perusahaan datang. Dia menanam padi, jagung dan kakao. Beberapa petakan juga ditanami sawit, ketika perusahaan datang. Letawa, yang datang belakangan lalu mengklaim kalau lahan Lamisi bagian dari HGU. “Orang-orang perusahaan datang, lalu tebang pohon cokleat (kakao),” katanya.“Saya ke pak desa mengadu. Sebab, lahan itu ada surat-suratnya dan ditandatangani pemerintah desa. Saya kecewa sekali,” katanya.Lamisi punya luas lahan garapan sekitar 15 hektar. Lahan itu untuk pengembangan penduduk dan masing-masing rumpun keluarga mendapatkan jatah dua hektar. “Jadi, 15 hektar itu, ada bagian dari keluarga,” kata Lamisi.Di kantor desa, pemerintah membuat kesepakatan secara verbal. Lamisi boleh menduduki lahan itu. Tahun 2012, dia menanam sawit tetapi perusahaan masuk dan menanam sawit di sela tanaman lain.
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2019-036-14.json
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit | Ketika tanaman berbuah dan mulai panen, nahas bagi Lamisi, perusahaan membuat laporan ke kepolisian Mamuju Tengah. “Saya dituduh mencuri di lahan sendiri. saya dipenjara empat bulan dengan anak saya,” kata Lamisi.Ketika keluar dari penjara, dia tetap bersikukuh kalau lahan dengan surat dan pajak lengkap yang dimilikinya bukti hukum sah. Dia tetap menggarap. Tahun 2018, saat panen sawit kembali, dia kembali tertuduh sebagai pencuri sawit perusahaan.“Saya ditangkap malam. Saya sedang sakit dan tidak bisa gerak. Saya bilang, kenapa harus ditangkap malam, saya lagi sakit. Polisi bilang akan bawa ke rumah sakit, tapi saya dibawa ke kantor polisi,” katanya.Lamisi mengenang peristiwa itu. “Saya keluar penjara, saya masuk lagi ke kebun saya. Saya tahu, laporan perusahaan sudah masuk lagi ke polisi. Mungkin beberapa waktu ke depan, saya ditangkap lagi. Saya tidak akan berhenti. Itu kebun saya, kenapa mereka mau ambil.”Di Kampung Lariang, rumah Lamisi, beberapa rumah warga berada di sisi jalan utama Mamuju Tengah menuju Mamuju Utara. “Orang baru tahu, kalau rumah mereka dan sekolah masuk wilayah HGU perusahaan,” katanya.“Dulu ada banyak orang menggadaikan sertifikat ke bank untuk akses modal usaha. Warga dapat dan bank memberi pinjaman. Tahun 2019, saat pinjaman mau lanjut, bank sudah tidak mau lagi, karena sertifikat itu katanya sudah masuk HGU Letawa,” kata Muliadi, warga lain.“Ini ada apa? Sebelumnya kami bisa akses ke bank. Sekarang tidak lagi. Jadi baru-baru ini ada penambahan HGU kalau begitu.”Letawa, adalah anak perusahaan Astra Agro Lestari yang memiliki izin di Sulawesi Barat. Beroperasi pada 1995, dengan luas lahan 7.101 hektar.“Di adendum amdal (analisis mengenai dampak lingkungan-red), mereka punya luasan 7.000 hektar. Harusnya, pemerintah turun cek. Tahun 2010, rumah kami dan kampung ini masih di luar HGU. Tahun 2018, kenapa tiba-tiba masuk? Apakah ini lahan siluman?” kata Muliadi.
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2019-036-14.json
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit | Sekitar 10 km dari Lariang, di Kampung Baras, Hukma, sedang demam. Malam itu pria 48 tahun ini masih menggigil. Beberapa bulan sebelumnya, dia baru saja keluar penjara, karena kasus pemukulan karyawan perusahaan Letawa.“Saya ikat di sawit dan pukul dia,” katanya.Ini kali kedua dia masuk penjara. Pertama kali mendekam di jeruji besi karena menikam mandor perusahaan. “Saya kasi begitu, karena mereka masuk ke kebun saya. Itu tanah kami. Keluarga kami sejak dulu beraktivitas di tempat itu. Kami menanam kakao, durian dan langsat.”“Mereka datang mengklaim. Saya sudah capek. Jadi, saya akan melakukannya lagi kalau mereka masih akan merebut lahan keluarga kami,” katanya.Bagi Hukma, tetap berdiam diri dan melihat tanah dikuasai perusahaan adalah kesalahan. “Kami makan, tidak mengemis. Sekarang ada perusahaan, ada banyak bank, tapi tak bisa disentuh.”Hukma, bagian dari rumpun Suku Kaili Uma’. Leluhur mereka membangun pemukiman dan tempat berladang di kawasan yang diklaim perusahaan. Mereka menggembala sapi, yang lepas bebas. Ketika komunitas memerlukan, orang-orang akan masuk hutan bersama-sama mencari sapi. Masing-masing keluarga menandai sapi mereka dengan sayatan di telinga. Ada dua sayatan, satu sayatan, atau tiga sayatan. Sapi tak akan tertukar.Hutan pada masa itu adalah tempat bertualang dan rumah hidup bagi warga. Ada rotan, jadi kerajinan tangan dan lain-lain. “Sekarang, harus beli. Semua serba uang sekarang,” kata Hukma.Rumpun suku lain, adalah Kaili Tado, di Kampung Kabuyu. Mereka adalah masyarakat yang ditelan hamparan sawit milik PT Mamuang. Dua pekan sebelum kedatangan saya di akhir Juni, sebanyak 137 keluarga menerobos masuk konsesi perusahaan dan menduduki kembali lahan peremajaan yang baru ditanami sawit.
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2019-036-14.json
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit
|
Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit | Luas lahan sekitar 600 hektar. Warga membangun pondok hunian sementara. Mereka membawa keluarga dan tinggal di kawasan itu. “Ini lahan pertanian penduduk sebelum perusahaan itu datang. Di sini, tempat tumbuh sagu kami,” kata Anta, seorang warga.Di sela sawit baru perusahaan, warga menanam jagung. “Kita akan saling jaga toh, perusahaan menjaga tanaman sawit, kami menjaga jagung kami,” katanya.Di tanah hamparan pendudukan itu, ada kuburan tua dari rumpun Kaili Tado. Perusahaan tak menggusur sepenuhnya, walau semua tanaman habis.Bobu Pea, melihat penebangan sagu ketika perusahaan masuk. Dia melihat bapak dan keluarganya menangis, tak bisa berbuat apa-apa karena perusahaan dikawal tentara.Setelah sagu, mereka juga ikut merobohkan kakao dan kelapa di dekat kampung. “Semua orang tidak bisa melawan. Kami hanya dijanjikan bekerja di perusahaan tapi tak pernah terjadi,” kata Bobu.Mongabay berusaha mengkonfirmasi berbagai persoalan ini kepada perusahaan. Pada 23 Juli lalu, Mongabay mengirimkan pesan permintaan wawancara kepada Teguh Ali, Community Development Area Manager (CDAM) Celebes ! PT Astra Agro Lestar.“Selamat sore, Klu ada kesempatan kita bertemu, kita bicara,” kata Teguh, dalam balasannya. Pada 2 Agustus 2019, Mongabay, mencoba menghubungi kembali Teguh, tetapi tak mendapatkan jawaban. ***‘Pendudukan’ warga terus berlanjut. Perusahaan memasang pengumuman di tempat itu. “DILARANG MENGELOLA LAHAN HGU TANPA SE IZIN PT MAMUANG.” Begitu bunyi pengumumannya.“Tidak apa-apa. Nanti kami pasang juga, larangan mengelola lahan warga tanpa izin,” seloroh Anta. Keterangan foto utama: Warga di Kampung Kabuyu, menduduki kembali lahan yang dulu tanah-tanah keluarga mereka yang sudah jadi konsesi perusahaan. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia [SEP]
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2019-033-03.json
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka | [CLS] Komunitas Laman Kinipan, Lamandau, Kalimantan Tengah, 29-30 Juli 2019 punya gawe. Mereka menerima rombongan kecil organisasi non pemerintah bidang riset dan advokasi hak asasi manusia dari Jakarta.Di tengah kesibukan melayani tamu, Willem Hengki, Kepala Desa Kinipan, dan Effendi Buhing, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan, menerima undangan dari Kantor Staf Presiden (KSP), via pesan Whatsapp. Isi undangan, rapat koordinasi penanganan konflik agraria Laman Kinipan, di Jakarta Jumat, 2 Agustus 2019.Sinyal seluler sulit di sana, pesan undangan itu tak serta-merta cepat mereka terima. Waktu mepet dan biaya tiket pesawat mahal, sempat membuat mereka berpikir panjang. Meskipun begitu, mengingat pentingnya pertemuan ini, mereka memutuskan berangkat.Baca juga: Warga Laman Kinipan Minta Pemimpin Lamandau Lindungi Hutan Adat MerekaDaftar undangan menyebutkan menghadirkan para pihak, ada Gubernur Kalimantan Tengah, Bupati Lamandau, dinas-dinas terkait provinsi dan kabupaten. Para direktorat jenderal dari kementerian terkait juga masuk dalam undangan.Bagi mereka, acara ini strategis untuk menyelesaikan sengketa lahan mereka dengan PT Sawit Mandiri Lestari (SML). Warga Dayak Tomun di tepi Sungai Batang Kawa Lamandau ini melawan usaha SML buka kebun sawit ke hutan adat Kinipan, sejak awal 2018.“Paling tidak, aktivitas perusahaan berhenti dulu. Saat ini, bukan rimba lagi, mereka sudah masuk babas (hutan eks ladang yang banyak pohon buah-red),” kata Buhing.Kamis (25/7/19), sebelum mereka terima tamu dari Jakarta, warga adat Laman Kinipan, mengusir eksavator perusahaan yang tengah membabat hutan. Mereka lalu memasang apa potas, sebuah tali pantangan. Secara adat potas tak boleh dilanggar.Baca juga: Begini Nasib Hutan Adat Laman Kinipan Kala Investasi Sawit Datang
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2019-033-03.json
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka | Mereka merekam ritual adat ini, dan menyebarkan melalui media sosial. Tercatat lebih 42.000 pasang mata yang menyaksikan video ini di laman Facebook Save Kinipan. Bupati dan gubernur absenAkhirnya, lima perwakilan Kinipan, berangkat. Ada Hengki dan Buhing, juga Ketua PD AMAN Lamandau, dan dua warga Laman Kinipan.Apa yang terjadi setelah pertemuan itu berlangsung? “Pertemuan ini sebenarnya tak memuaskan bagi kita. Mengingat bupati, gubernur tidak datang,” kata Hengki, setelah pertemuan di KSP.“Sangat disayangkan. Padahal, itu rapat koordinasi. Semua pihak harus datang. Supaya jelas, terang-benderang. Penjelasan semua pihak, baik masyarakat atau bupati sangat-sangat diperlukan. Ini supaya percepatan penyelesaian konflik tidak berkepanjangan,” kata Kepala Desa Kinipan yang baru menjabat kurang setahun ini.Warga kecewa karena orang-orang dari daerah, dari gubernur, bupati sampai dinas tak ada muncul. “Kalau di KSP, dirjen-dirjen yang diundang hadir,” kata Buhing.Baca juga: Warga Kinipan Tanam Pohon di Hutan Adat yang Terbabat SawitPemerintah daerah tak hadir, tuntutan jangka pendek Kinipan agar babat hutan dan babas alias pembersihan lahan (land clearing) oleh perusahaan setop, tak menemukan jawab.Buhing bilang, KSP merasa bukan dalam kapasitas menghentikan land clearing. “Dibilang orang KSP, itu kewenangan pemerintah daerah. Kita tidak punya penekanan gimana. Keinginan kita, itu dihentikan!”Buhing bilang, KSP berjanji menggelar pertemuan lanjutan dengan menghadirkan bupati, gubernur dan instansi terkait lagi. “Mereka hanya akan memfasilitasi. Ada penekanan betul-betul bupati dan gubernur harus bisa hadir dalam pertemuan selanjutnya. Artinya, akan ada pertemuan lagi.”Warga Kinipan tetap berkeras, land clearing setop terlebih dahulu, terlebih sudah jauh masuk ke wilayah Kinipan. “Okelah, ada beberapa kali pertemuan. Tolong hentikan (land clearing-red) ini dulu. Itu maksudnya!”
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2019-033-03.json
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka | Pada Oktober tahun lalu, KSP juga pernah menggelar pertemuan dengan perusahaan dan Bupati Lamandau. Pertemuan menyusul setelah lebih 200 orang Kinipan, turun gunung, menggeruduk DPRD Lamandau di Nanga Bulik. Saat itu, tak ada perwakilan Kinipan hadir di KSP. Kali ini, kala menerima undangan dari KSP memutuskan datang, malah pemerintah daerah semua absen. HGU di luar KinipanKendati belum melahirkan solusi, Kinipan merasa pertemuan Jumat (2/8/19) itu memberikan informasi penting soal hak guna usaha (HGU) SML. Dalam pertemuan itu, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menginformasikan, HGU SML tak masuk sampai ke Kinipan.“Ada kejelasan dari ATR BPN bahwa Kinipan secara izin HGU tidak masuk, 9.000 hektar itu Kinipan tidak masuk. Koperasi Kinipan pun tidak ada terdaftar. Katanya ada plasma. Plasma kan koperasi. Nah, ada 5.000 hektar katanya plasma. Tetapi didata tidak ada Kinipan,” ucap Buhing.Penjelasan bahwa, Kinipan masih di luar HGU, sebenarnya pernah disampaikan SML. Haeruddin Tahir, Chief Operation SML, menyampaikan, soal itu seperti dalam berita di Mongabay, 11 November 2018.Baca juga: SML Bantah Tudingan Caplok Lahan, Begini Jawaban Tetua Adat KinipanDalam wawancara dengan Mongabay di Pangkalan Bun, 31 Oktober 2018, Tahir membeberkan, SML memperoleh izin pelepasan lahan 19.091 hektar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui surat 1/I/PKH/PNBN/2015 pada 19 Maret 2015. Izin pelepasan areal inti 9.435,22 hektar dan plasma 9.656,37 hektar.Selanjutnya, berdasarkan pengukuran kadastral (pertanahan) BPN 13 April 2017, mereka mendapatkan lahan 17.046 hektar. Di dalam itu, untuk perkebunan inti 9.435 hektar dan plasma 7.611 hektar dan HGU seluas 9.435,22 hektar. “Semua yang sudah HGU itu areal inti. Yang plasma izin lokasi, pelepasan, dan kadastral,” ucap Tahir, kala itu. Tumpang tindih izin dengan wilayah adat
|
[0.9674981236457825, 0.015991976484656334, 0.016509896144270897]
|
2019-033-03.json
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka | Pada pertemuan Senin (4/8/19) di Ruang Rapat PPAT Kementerian ATR-BPN, Kinipan diwakili organisasi pendamping mereka, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).Dalam pertemuan dipimpin Husaini, Direktur Pengaturan Pendaftaran Hak Tanah, Ruang dan PPAT, Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrarian, Kementerian ATR-BPN, itu menyatakan, pengukuran terhadap permohonan HGU SML pada 13 April 2017. Hasil pengukuran itu lantas verifikasi panitia B pada 9 Mei 2017. Pada 9 Agustus 2017, SK HGU SML terbit, terbagi atas HGU inti 9.000 hektar dan plasma 5.000 hektar.Kasmita Widodo, Kepala BRWA, dalam pertemuan itu juga tumpang susun (overlay) peta wilayah adat Kinipan dengan peta perizinan milik SML. Hasilnya, ada tumpang tindih HGU inti seluas 2.235 hektar plus 390.1 hektar dan plasma 343,8 hektar plus 720.2 hektar masuk dalam wilayah adat Laman Kinipan.Berdasarkan catatan hasil pertemuan BRWA, AMAN dan Walhi., ATR-BPN menanyakan status hukum wilayah adat Kinipan. ATR-BPN juga bilang, saat proses pengukuran batas desa, melibatkan masyarakat setempat.Kasmita mengatakan, peta Kinipan dibuat dengan menunjukkan batas-batas jelas, seperti nama tempat, pohon madu dan lain-lain. “Sementara batas-batas desa yang dibuat dan ditunjukkan desa lain tidak jelas,” katanya, melalui pesan singkat, Sabtu (10/8/19).Dia juga menyebut desa-desa yang berbatasan dengan Kinipan sudah bersepakat soal batas. Pengecualian dengan Desa Karang Taba, Kecamatan Lamandau. Karang Taba merupakan salah satu dari 12 desa yang masuk dalam rencana pembukaan lahan sawit SML.Pada 28 Januari 2019, Bupati Lamandau telah memutuskan batas antara Kinipan dan Karang Taba itu.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2019-033-03.json
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka | Keputusan ini tidak diterima Kinipan, karena menganggap proses belum selesai. Keputusan itu, tak saja tidak sesuai klaim mereka, juga menggugurkan kesepakatan dengan beberapa desa lain yang sudah tertuang dalam berita acara. “Bupati telah mengambil keputusan sepihak tanpa proses semestinya dalam penataan batas desa,” kata Kasmita.Bupati Lamandau, Hendra Lesmana, dalam tulisan di Mongabay awal tahun itu, menyatakan, bertindak sesuai UU Nomor 6/2014 tentang Desa, dan telah menerima pelimpahan dari desa.“Apabila desa dan desa di dalam satu kabupaten tidak bisa menyelesaikan bersama, tentu dengan ketentuan peraturan dilimpahkan ke bupati. Bupati yang akan mengambil keputusan dan penegasan,” katanya.Soal putusan Bupati Lamandau, Kinipan, sampai kini belum tahu tertuang dalam bentuk apa. “Produknya apa? Perbup atau SK Bupati? Jadi terakhir kutanya Bagian Pemerintahan Setda Lamandau, mereka bilang, ini perbup bentuknya. Ini diverifikasi di Biro Hukum Provinsi, memerlukan waktu tahunan,” kata Hengki.Sukarelawan Abadi, Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah, Lamandau menyatakan, betul perbup masih verifikasi di Bagian Hukum Pemprov Kalteng.“Iya, tapi belum tahu, enggak mungkinlah sampai tahunan, mudah-mudahan cepat terealiasi. Yang jelas masih dalam proses,” katanya, via telepon, Selasa (12/8/19). Tanggung jawab pemerintahDi luar kontroversi soal batas desa, izin lokasi dan pelepasan kawasan pada SML diakui sampai wilayah Kinipan. Berdasarkan pertemuan dengan ATR-BPN, Kasmita menyampaikan, IUP SML 26.000 hektar. Senada pernah disampaikan SML.Dalam wawancara dengan Mongabay, 31 Oktober 2018, Bobi Lawi, project manager SML mengatakan, Kinipan masuk konsesi perusahaan berupa izin lokasi dan pelepasan kawasan.“Kalau dari peta Kinipan enggak masuk kadastral. Pelepasan masuk, izin lokasi masuk. Cuma di kadastral tidak masuk,” katanya.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2019-033-03.json
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka
|
Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka | Keterangan ini, jadi penjelas kenapa terjadi tumpang-tindih peta izin perusahaan dengan wilayah hutan adat Kinipan. Satu sisi, perusahaan memperoleh izin dari pemerintah untuk menjalankan usaha, meski Kinipan merasa tak pernah memberi persetujuan. Sedang, usulan Kinipan mengamankan hutan melalui skema adat, belum mendapatkan pengakuan dari pemerintah.Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), berkomentar. “Pemerintah harus segera identifikasi secara partisipatif untuk menentukan bersama batas wilayah Kinipan sesuai sejarah asal-usul. Itu tanggung jawab pemerintah. Tidak tepat pemerintah tak tanggung jawab lalu Kinipan kemudian jadi korban.” Keterangan foto utama: Perusahaan yang membuka kebun sawit dan berkonflik lahan dengan masyarakat adat Laman Kinipan di Kalteng. Foto: Safrudin Mahendra-Save Our Borneo [SEP]
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2018-055-14.json
|
Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya..
|
Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya.. | [CLS] Gemuruh lagu mars Bali Tolak Reklamasi dan lagu untuk para perempuan pegunungan Kendeng, Jateng, yang terus berjuang menjaga kelestariannya berkumandang di dalam gedung DPR, Jakarta. Gerakan penyelamatan lingkungan dari ancaman eksploitasi teluk dan area sumber air ini sudah berlangsung beberapa tahun sampai kini.Saat digelorakan, para pimpinan DPR dan MPR serta sejumlah menteri pada acara peringatan “20 Tahun Reformasi: Kembali ke Rumah Rakyat” ini sudah meninggalkan tempat acara pada Selasa malam (08/05/2018) ini. Hal ini membuat penonton menyeruak ke depan sampai ke atas panggung untuk menggemakan bersama Jerinx dari band Superman Is Dead (SID) dan band Marjinal.Mereka mengepalkan tangan kiri dan menyanyi bersama disisa waktu acara yang dihelat Tempo Media Group bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama 7-21 Mei 2018. Jerinx dan Marjinal tampil kembali di penutup acara, namun sebelum mereka tampil seluruh pejabat dan artis sudah dipersilakan ke panggung untuk foto bersama. Usai selebrasi foto ini, para pejabat ini meninggalkan lokasi.“Semoga pengambil keputusan masih di sini. Tak ada suatu kaum merampas hak hidup,” sebut Jerinx sebelum duet dengan band Marjinal menyanyikan lagu tentang perayaan keberagaman di Indonesia.baca : Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Bagaimana Capaian Reforma Agraria? Dilanjutkan dendang Marsinah dari Marjinal, tokoh perempuan pemberani yang menginsipirasi nama band ini. “Semoga malam ini mengingatkan kita perjuangan masih panjang,” ujar Mike Marjinal. Ia juga berkali-kali mengajak penonton berteriak, “Kendeng Lestari. Hidup Kendeng.” Para petani perempuan dari Kendeng yang kerap disebut Kartini Kendeng dan Marsinah adalah legenda dan suara-suara perlawanan.
|
[0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408]
|
2018-055-14.json
|
Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya..
|
Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya.. | Puisi dan musik adalah menu utama peringatan tumbangnya rezim Orde Baru pada 1998 yang dipimpin mahasiswa dengan menduduki gedung DPR. Sebuah puisi berjudul Sajak Bulan Mei karya WS Rendra membuka pesta sastra dibacakan bergantian oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan dan Ketua DPR Bambang Soesatyo.“Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja. Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan. Amarah merajalela tanpa alamat. Ketakutan muncul dari sampah kehidupan. Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah. O, jaman edan! O, malam kelam pikiran insan! Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan. Kitab undang-undang tergeletak di selokan. Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan. O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!” Demikian potongan sajak yang lengkapnya cukup panjang dan membuat bulu kuduk berdiri. Rendra membacakan saat ikut aksi warga dan mahasiswa pada 1998 ini. Karya ini memulai dengan jelas apa yang ingin disuarakan dalam peringatan ini. Menggedor pilar-pilar beton gedung wakil rakyat.baca : Bercermin dari Kasus Kendeng, Sulitnya Warga Peroleh Keadilan Lingkungan Puisi-puisi selanjutnya juga mengalir mengingatkan apa saja peristiwa kekerasan negara yang masih belum dibongkar. Reza Rahardian dan Morgan Oey menyuarakan ketertindasan dan kemiskinan dari karya-karya Widji Thukul yang sosoknya masih belum ditemukan.Berlanjut suara bergetar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi karya Sapardi Djoko Damono berjudul Dongeng Marsinah. Buruh perempuan yang dibunuh dan kasusnya juga tak selesai.Agus Rahardjo, Ketua KPK membacakan puisi hilangnya sumberdaya petani berjudul Tanah karya Widji Thukul. “Reformasi telah melahirkan ketetapan MPR menciptakan pemerintah bersih dari KKN, salah satunya UU KPK dan Tipikor. Saya ingin berpesan siapa yang ingin membubarkan KPK, mengkhianati reformasi,” katanya sebelum membacakan sajak singkat ini.
|
[0.9674981236457825, 0.015991976484656334, 0.016509896144270897]
|
2018-055-14.json
|
Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya..
|
Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya.. | Musisi dan aktivis Jerinx SID memilih mendendangkan lagu dari gubahan karya almarhum bu Pasek, seorang perempuan korban kekerasan dampak G30S/PKI 1965 di Bali. Lagu “Di Kala Sepi Mendamba” ini masuk dalam kompilasi album Prison Songs karya komunitas anak muda Taman 65. Ditulis dalam penjara di sebuah penjara, sebuah surat cinta untuk suaminya.“Malam yang aneh, tidak biasa berdiri di sini. Sebuah bangsa yang besar selalu ditentukan sejarahnya, kadang sejarah ditulis pemenang tak semua pemenang bukan individu yang benar,” seru Jerinx membuka. Menurutnya perlu banyak yang dibuka kembali karena distorsi sejarah.Lagu kedua yang diciptakan Jerinx saat surfing di Pantai Kuta disebutnya tentang ketidakadilan. Jadilah Legenda, lagu ini memantik koor pengunjung yang didominasi anak muda. “Kami tak ingin laut kami jadi lautan beton,” teriaknya menolak rencana reklamasi di Teluk Benoa.baca : Ketika Tolak Reklamasi Teluk Benoa Jadi Komoditas Pilkada Bali Puisi-puisi selanjutnya tak kalah tajam dan dalam menyenggol penguasa rakus. Misal Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando dan Bupati Bekasi Neneng Hassanah membacakan karya berjudul “Puisi itu Adalah” karya WS Rendra. “Politisi mencintai rakyat, di hari libur mereka pergi ke Amerika, mereka berkata penyambung lidah rakyat. Kadang mereka anti demokrasi, kadang mereka menggerakkan demokrasi,” demikian nukilannya.Sajak berjudul Peringatan karya Widji Thukul dibacakan aktor Lukman Sardi, karya ini langganan dibacakan para demostran. Sedangkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membacakan karya Widji Thukul berjudul Bunga dan Tembok. Sebuah karya sangat tajam merefleksikan kekuatan alam. Diumpamakan seperti sebuah biji yang mampu tumbuh, berdaun lebat, berakar kuat, membelit, dan merubuhkan tembok.
|
[0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408]
|
2018-055-14.json
|
Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya..
|
Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya.. | Arif Zulkifli, Pemimpin Redaksi Tempo ketika membuka acara ini mengatakan acara ini diusulkan Tempo ke DPR. Saat ini di redaksi Tempo hampir semua wartawan pasca reformasi 98. Pada 1994 Tempo dibreidel Orde Baru lalu setelah Presiden Suharto tumbang saat Habibie diangkat jadi presiden, terbit kembali.Tim Tempo sengaja memilih karya yang bernada gugatan dan diproduksi sekitar 98. Muncul karya yang paling banyak dibacakan dari Widji Thukul, WS Rendra, Sapardi Djoko Damono, Sutardzi Calzoum Bachri, Mustafa Bisri, dan Joko Pinurbo.Selama 7-21 Mei 2018 juga ada diskusi publik Kiprah Aktivis ’98 sebagai Anggota DPR, Pameran Foto Reformasi, Diskusi Publik Anak Muda di Era Reformasi, dan Peringatan Malam Refleksi 20 Tahun Reformasi. [SEP]
|
[0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408]
|
2017-062-03.json
|
Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka
|
Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka | [CLS] Ulva Novita Takke, tak bisa menahan airmata. Pendiri Yayasan Suara Pulau Bangka ini tercekat saat berbicara soal kemenangan warga Pulau Bangka, Sulawesi Utara, melawan perusahaan tambang PT. Mikgro Metal Perdana (MMP). Kemenangan terwujud dengan pencabutan izin operasi produksi MMP oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, 24 Maret lalu.“Bisa dibayangkan saat berita ini kami bagi dengan teman-teman di sana, seneng banget. Perjuangan ini, panjang sekali. Maju mundur, jatuh bangun. Sampai ada yang harus di penjara, berantem dengan saudara sendiri,” katanya, awal April lalu di Jakarta.Meski bukan asli Bangka, Ulva lebih 11 tahun hidup di pulau kecil itu. Kemenangan ini mengingatkan Ulva awal mula gerakan warga menuntut pemerintah membatalkan izin MMP lima tahun silam.Meski dari awal persidangan, warga menang, namun tak mudah membuat pemerintah tunduk pada putusan pengadilan.“Sempat mau menyerah, capek. Bagaimana lagi, itu rumah kami, tempat tinggal kami, kami nggak punya pilihan lain. Kalau itu ditambang kemana lagi harus pergi?”Kenangan perjuangan mempertahankan Bangka dari perusahaan tambang juga hadir dalam penuturan pentolan band Slank, Akhadi Wira Satriaji alias Kaka.Si pehobi menyelam ini, seketika jatuh cinta pada Bangka saat diving di perairan itu. “Mendengar pulau ini akan ditambang seperti ada petir tengah hari,” kata Kaka.Sejak itu, dia ikut membantu perjuangan Ulva dan warga Bangka. Kaka bikin petisi di change.org yang ditandatangani hampir 30.000 orang.“Terima kasih buat yang udah tandatangan petisi. Kayak jam 12 minum air es, I am happy…” Meskipun tambang belum mengeruk hasil, tetapi kerusakan sudah terjadi hingga pemerintah perlu segera memulihkan pulau ke kondisi semula.Menyambut kemenangan ini Kaka berniat ‘manggung’ di Pulau Bangka menghibur warga yang trauma dengan sengketa ini.
|
[0.9709190726280212, 0.013874839060008526, 0.0152061115950346]
|
2017-062-03.json
|
Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka
|
Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka | “Aku musti nyanyi di sana. Supaya orang datang lagi ke Pulau Bangka dan ikut mencintai pulau itu,” kata Kaka.Surat pencabutan izin diterima salah satu perwakilan Koalisi Save Bangka Island, Jatam, 30 Maret 2017. Surat diantar langsung Staf Khusus Menteri ESDM, Hadi M Djuraid.Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara ESDM mengatakan, setelah pencabutan izin status lahan 2.000 hektar konsesi MMP kembali kepada pemerintah. Namun, katanya, tak perlu ada pemulihan lingkungan karena izin baru sebatas eksplorasi.“Kan belum nambang, belum ngapa-ngapain. Eksplorasi nggak besar dampaknya. Kalau tambang baru besar. Eksplorasi nggak ada (dana) jamrek (jaminan reklamasi-red),” katanya. Pastikan tak ada izin baruMerah Johansyah Ismail, Koordinator Jatam Nasional, mengatakan, surat pencabutan izin harus diikuti penegakan hukum dan pemulihan lingkungan. Penegakan hukum, katanya, akan jadi yurisprudensi tonggak penyelamatan pulau-pulau kecil lain di Indonesia.“Karena lobi-lobi perusahaan masih berlangsung sampai sekarang bahkan ke tingkat menteri,” katanya.Perusahaan, harus bertanggungjawab terutama kerusakan lingkungan akibat infrastruktur yang mereka bangun, yang membuka hutan, mengganggu masyarakat adat hingga mereklamasi pantai.Pemerintah, katanya, juga harus memastikan tak ada izin baru di Pulau Bangka. “Jangan sampai di pusat sudah cabut ada pemberian izin baru di daerah lewat rencana tata ruang dan tata wilayah dan perda zonasi wilayah. Mestinya ini terakhir, tak ada lagi izin baru.”Menurut Merah, penting mengembalikan kegembiraaan dan ketentraman warga yang mengalami trauma psikologis akibat gesekan pro kontra pertambangan.
|
[0.9709190726280212, 0.013874839060008526, 0.0152061115950346]
|
2017-062-03.json
|
Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka
|
Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka | Senada dikatakan Ariefsyah Nasution, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia. Koalisi penyelamatan Pulau Bangka, katanya, mengapresiasi kebijakan pemerintah tak membangkang putusan Mahkamah Agung. Namun pemerintah harus memastikan tak ada lagi opsi tambang untuk Bangka dan pulau-pulau kecil lain.Untuk itu, katanya, masyarakat perlu mengawal pemerintah guna memastikan status lahan MMP.“Pemerintah harus fasilitasi reforma lahan, jangan sampai menimbulkan potensi konflik atau malah masuk investor lain,” ucap Arief.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga harus segera menurunkan tim melihat skema terbaik pemulihan lingkungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, memastikan tata ruang zonasi pulau kecil bebas dari pertambangan. “Kadang pemerintah abai dan tak punya fokus jelas,” katanya.Nur Hidayati, Direktur Walhi Nasional mengatakan, kebijakan KESDM perlu diapresiasi di tengah banyak pembangkangan hukum pemerintah.Perlindungan pulau kecil, langkah penting bagi Presiden kala ingin mewujudkan poros maritime. Pulau-pulau kecil, katanya, seharusnya jadi pertahanan berbagai ancaman.“Jokowi harus memperhatikan daya tampung dan daya dukung. Kalau pulau kecil rusak, poros maritim Jokowi nggak ada apa-apanya,” kata Yaya, sapaan akrabnya.Selama ini, pembangunan era Jokowi masih bias darat , menafikan dampak pembangunan di darat yang akhirnya bermuara di laut seperti polusi. “Pulau kecil dianggap tak ada di peta hingga mudah dieksploitasi.” [SEP]
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2017-047-14.json
|
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?
|
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam? | [CLS] Kasus dugaan penyalahgunaan izin impor yang menyeret nama Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Boediono sedang mendapat sorotan tajam dari publik. Kasus tersebut tak hanya menegaskan ada yang tidak beres dalam pengaturan importasi garam, namun juga ketiadaan perlindungan terhadap petambak garam di Indonesia.Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati di Jakarta, Minggu (11/6/2017). Menurut dia, walau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam sudah berlaku, namun realisasinya masih belum terlihat di lapangan.Susan mengungkapkan, tertangkapnya Boediono oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal Polri, Sabtu (10/6/2017), semakin mempertegas ada yang tidak beres dalam pengelolaan impor garam selama ini.(baca : Kenapa Kebijakan Impor Garam Harus Ditinjau Kembali?) Boediono sendiri setelah ditangkap, kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin importasi distribusi garam sebanyak 75.000 ton. Dia melaksanakan impor setelah menerima penugasan dari Menteri BUMN untuk mengimpor garam konsumsi untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi nasional.Akan tetapi, menurut Susan, tugas tersebut dinilai bertentangan dengan Surat Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdaganganan yang menyatakan bahwa impor garam boleh dilakukan oleh PT Garam hanyalah garam industri dengan kadar NaCL di atas 97 persen. Itu berarti, impor garam konsumsi tidak diperbolehkan.Namun, itu ternyata belum cukup. Meski dilarang, Boediono malah mengemas ulang 1000 ton garam industri impor tersebut dalam kemasan 400 gram dengan menggunakan cap SEGI TIGA G dan dijual ke pasaran untuk kepentingan konsumsi.“Sedangkan 74.000 ton diperdagangkan kepada 45 perusahaan lainnya,” ungkap dia.
|
[0.9674981236457825, 0.015991976484656334, 0.016509896144270897]
|
2017-047-14.json
|
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?
|
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam? | (baca : Garam Nasional Gagal Produksi Sepanjang 2016, Kenapa Bisa Terjadi?) Susan Herawati menegaskan, apa yang dilakukan Boediono tersebut jelas melanggar Peraturan Menteri Perdagangan 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Importasi Garam. Menurutnya, di dalam peraturan tersebut sudah jelas tertuang bahwa importir garam industri dilarang memperdagangkan atau memindahtangankan garam industri kepada pihak lain.“Akibat perbuatan Boediono, 3 juta petambak garam, baik laki-laki dan perempuan menjadi semakin sulit bersaing di pasar nasional dan semakin terpuruk,” tandas dia. Tata Kelola GaramPendapat yang sama juga diperlihatkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Menurut KNTI, kasus dugaan penyalahgunaan impor garam yang dilakukan Achmad Boediono semakin memperjelas bahwa tata kelola garam kondisinya masih carut marut.Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata mengatakan, terungkapnya kasus Achmad Boediono menjelaskan bahwa Pemerintah harus segera berbenah dan memperbaiki tata niaga garam. Tak hanya itu, agar kasus serupa tidak terulang di kemudian hari, Pemerintah juga harus segera meninjau ulang kuota impor garam yang selama ini dinikmati pengusaha.“Peristiwa penangkapan tersebut menunjukkan carut marutnya tata niaga garam dan sangat diduga kuat terjadi permainan dalam garam impor yang dibocorkan untuk dijual sebagai garam konsumsi,” ungkap dia.(baca : Permendag tentang Garam Bertentangan dengan Semangat Nawacita) Menurut Marthin, selama ini petambak garam tradisional lokal mengalami pemiskinan dengan harga jual yang rendah di pasaran. Kondisi itu diperparah karena Pemerintah tidak memperhatikan masalah yang dihadapi petambak garam lokal tersebut.
|
[0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408]
|
2017-047-14.json
|
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?
|
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam? | Marthin menjelaskan, dari informasi yang dikumpulkan, PT Garam membeli garam konsumsi dari petambak lokal dengan harga standar KW 3 Rp200 – 250 /Kg, standar KW 2 Rp450/kg, dan standar KW 1. Rp650-700/Kg. Dengan harga tersebut, petambak tidak memperoleh keuntungan yang optimal, bahkan tidak bisa menutupi biaya produksi.Dengan fakta tersebut, Marthin mendesak agar kasus seperti yang dilakukan Achmad Boediono dan sejenisnya harus diusut sampai tuntas hingga mencapai mafia impor garam yang disinyalir ada di tangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).(baca : Sudahlah Harga Garam Rakyat Rendah, Petambak Makin Terdesak Impor Pula)Selain mengusut tuntas dan memberi perlindungan penuh kepada petambak garam, Marthin mendesak kepada Pemerintah untuk segera menghentikan impor garam yang dilakukan pengusaha dan nilainya sangat besar.“Importasi garam yang selama ini diberikan kepada pengusaha harus dihentikan dan ditinjau ulang, karena tidak adil kepada petambak garam lokal yang selama ini menderita karena garam industri dibocorkan secara sengaja untuk dijual bagi konsumsi rumah tangga,” tandas dia. Mafia GaramDi sisi lain, apa yang terjadi pada kasus Achmad Boediono, menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, itu menunjukkan bahwa selama ini tata kelola melibatkan aktor mafia garam. Praktik itu bisa terjadi, karena Pemerintah selama mengabaikan kepentingan petambak garam.“Juga karena longgarnya mekanisme perizinan yang terbagi ke dalam empat kementerian/lembaga Negara,” jelas dia.Halim memaparkan, dalam kasus penyalahgunaan impor garam, bisa ditelusuri bahwa dalam impor garam memang ada peluang besar untuk ‘bermain’. Hal itu bisa terjadi jika:(1) Data produksi garam nasional yang sulit diverifikasi;(2) Celah data ini dimanfaatkan oleh importir untuk mengajukan izin impor garam; dan
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2017-047-14.json
|
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?
|
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam? | (3) Surat rekomendasi KKP bisa dijadikan sebagai celah kedua apabila eksplisit menyebut alokasi garam impor untuk konsumsi.Menurut Halim, karena garam impor pada umumnya berstandar garam industri, itu menegaskan ada permainan di tingkat importir dalam pengajuan izin dan PT Garam selaku eksekutor yang juga memanfaatkan peluang dagang ini.Indikatornya terjadinya permainan itu, papar Halim, adalah:(1) Belum ada pendistribusian kartu petambak garam, asuransi jiwa petambak garam, dan asuransi usaha pertambakan garam;(2) Pembukaan kran impor garam tanpa lebih memprioritaskan penyerapan garam rakyat; dan(3) Impor garam dilakukan justru dialokasikan untuk garam konsumsi, bukan industri.Sebelumnya, Halim juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali kebijakan importasi garam yang akan dilaksanakan pada 2017. Peninjauan dilakukan, karena Pemerintah dinilai belum bisa menjamin penyerapan garam produksi rakyat di semua sentra produksi dan pergudangan rakyat.“Pemerintah Indonesia dinilai gagal memberdayakan petambak garam nasional yang ada di sejumlah sentra produksi garam untuk memenuhi kebutuhan garam nasional sepanjang 2016. Akibatnya, produksi garam di tahun tersebut anjlok ke angka 118.054 ton saja dari target 3,2 juta ton,” ungkap dia pekan ini.Imbas dari kegagalan produksi tersebut, Halim mengatakan, pada 2017 Pemerintah Indonesia melaksanakan impor garam sebesar 200 ribu ton yang dilaksanakan pada semester I oleh PT Garam (Persero).Kegagalan produksi tersebut, dalam sudut pandang Halim, menjadi kegagalan kabinet kerja pimpinan Presiden RI Joko Widodo. Penilaian tersebut, karena bukan hanya gagal melakukan produksi, kebijakan importasi garam juga akhirnya dibuka dengan alasan yang sama.“Besaran target produksi 2016 sudah diturunkan, dari 3,6 juta ton menjadi 3,2 juta ton. Ironisnya, kegagalan ini diperparah dengan kebijakan importasi garam yang merugikan kepentingan petambak garam rakyat,” ungkap dia.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2017-047-14.json
|
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?
|
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam? | Kegagalan Produksi 2016Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi, dalam kesempatan berbeda menjelaskan kenapa garam nasional gagal mencapai target produksi yang ditetapkan sebesar 3,2 juta ton pada 2016.Menurut Brahmantya, penyebab kegagalan melakukan produksi, tidak lain disebabkan oleh kondisi alam yang tidak bersahabat.“Garam tahun lalu puso (gagal panen) karena benar-benar kondisi alam. Kita sudah berusaha keras, tapi kondisi alam yang sangat tidak bersahabat membuat produksi gagal mencapai target karena banyak yang gagal produksi,” ungkap dia.Brahmantya menjelaskan, untuk bisa melakukan produksi garam yang normal, idealnya memang diperlukan sinar matahari dan iklim yang panas. Prasyarat cuaca tersebut, mutlak dibutuhkan para petambak garam di berbagai daerah untuk bisa memproduksi garam yang bagus dan berkualitas.Namun, menurut dia, prasyarat tersebut pada 2016 tidak bisa diperoleh, karena anomali cuaca La Nina sangat mengontrol kemampuan petambak garam melakukan produksinya. Karena La Nina tersebut, petambak tidak mendapat sinar matahari terik mengingat sepanjang 2016 dilanda musim kemarau basah.“Tahun 2016 itu, curah hujan rerata lebih besar dari 150 milimeter per bulan. Bahkan, di beberapa tempat ada yang mencapai 300 milimeter per bulan. Itu kondisi yang menyulitkan bagi para petambak garam,” ujar dia.(baca : Ketika Garam dan Bakau Bersatu, Siasat Pelestariannya di Pesisir Utara Lamongan)Selain jumlah produksi yang jauh dari target pada 2016, KKP juga merilis stok garam yang tersedia sampai akhir 2016 lalu jumlahnya mencapai 112.671 ton. Dengan demikian, pada 2017 ini, KKP menargetkan bisa terlaksana panen komoditas garam linear hingga mencapai 3,2 juta ton. [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2016-040-18.json
|
Bayi-bayi Harimau Ini jadi Penghuni Baru Medan Zoo
|
Bayi-bayi Harimau Ini jadi Penghuni Baru Medan Zoo | [CLS] Wesa, harimau Benggala (Panthera tigris tigris) betina di Medan Zoo, Medan, Sumatera Utara, kembali melahirkan dua bayi betina, pada 22 Juni 2016. Kali kedua Wesa melahirkan anak-anak harimau hasil perkawinan dengan pejantan Avatar. Sebelumnya, November 2015, Wesa melahirkan empat anak jantan.Pada Senin (1/8/16), managemen Medan Zoo baru mngumumkan dua bayi ini. Tampak Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), Hotmauli Sianturi hadir disana.Sucitrawan, dokter hewan Medan Zoo mengatakan, salah satu alasan mereka baru tampil di muka umum karena tim medis masih perlu merawat serius dan memeriksa menyeluruh kondisi kesehatan bayi ini. Setelah kondisi dianggap benar-benar sehat dan lincah, barulah diputuskan tampil kepada pengunjung.Kelahiran bayi normal dengan berat badan berkisar satu kilogram. Saat ini, berat badan bertambah dua kilogram. Kondisi benar-benar stabil.“Walau kondisi sehat, kami terus memantau 24 jam penuh dan dijaga bergantian.”Hotmauli Sianturi, Kepala BBKSDA Sumut, mengatakan, dunia harus tahu di Medan Zoo, terjadi peningkatan populasi harimau Benggala. “Ini salah satu prestasi lembaga konservasi yang mengembangbiakkan harimau Benggala.”Dengan kelahiran ini, total harimau di Medan Zoo jadi 17, dengan rincian 11 harimau Sumatera, enam Benggala.Putra Alkhairi, Direktur Perusahaan Daerah Pembangunan, Pemerintahan Medan, mengatakan, iklim, kultur alam, dan suasana di Medan Zoo dianggap sangat mendukung pengembangbiakan anak harimau. Terbukti, setiap tahun ada kelahiran anak harimau baik harimau Sumatera maupun Benggala.Dia mengatakan, perawatan khusus harimau mengikuti naluri alami satwa dengan skenario menjaga kebuasan tetapi masih bisa dilihat dan dinikmati pengunjung. Setiap Kamis, katanya, harimau di Medan Zoo puasa, agar bisa terus memancing kebuasan. Di alam liar, satwa juga seperti itu.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2016-040-18.json
|
Bayi-bayi Harimau Ini jadi Penghuni Baru Medan Zoo
|
Bayi-bayi Harimau Ini jadi Penghuni Baru Medan Zoo | Harray Sam Munthe, pendiri Bukitbarisan Sumatran Tiger Ringers (BSTR) mengatakan, setiap kali ada bayi harimau lahir terlihat ada indikasi eksploitasi dengan mempertontonkan di luar kandang, dan berbayar untuk berfoto.Selain itu, katanya, sampai saat ini, belum ada kebun binatang di Indonesia membangun hutan rehabilitasi agar satwa langka kelahiran F2, F3 dan seterusnya bisa tetap punya sifat liar.“Kembalikan fungsi konservasi di kebun binatang. Kami menolak satwa langka dalam kandang kebun binatang seperti di Medan Zoo.” [SEP]
|
[0.6483091711997986, 0.3450939953327179, 0.006596842315047979]
|
2016-037-09.json
|
Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu
|
Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu | [CLS] Pagi menjelang siang akhir Juli 2016, suasana di Desa Lumban Ruhap, Kecamatan Habinsaran, Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, terasa sejuk. Tak jauh dari desa, terlihat hutan dengan bukit tertutup kabut.Kokok ayam jantan bersahutan. Warga desa lalu lalang sambil berbincang bahasa Batak.Di satu rumah, terlihat seorang warga desa, M. Sitorus, meracik makanan. Ada nasi putih, susu dan gula. Semua jadi satu, diaduk kemudian ditempatkan dalam piring kaleng.Laki-laki 49 tahun ini lalu membawa ke belakang rumah. Ada sebuah kandang dari kayu sedikit miring. Dia membuka pintu kandang dan memberikan makanan kepada binatang berbulu hitam moncong putih.Satwa itu ternyata anak beruang madu. Ia jadi peliharaan Sitorus lebih sebulan ini. Tinggal dalam kandang sempit.Sitorus santai membuka pintu kandang. Tangan mengusap kepala satwa dilindungi itu. Sesekali dia seakan bermain dengan beruang ini, tanpa takut.Dia bercerita, menemukan beruang dekat landang pada Juni 2016. Dia menduga, anak ini terpisah dari sang induk di sekitar hutan Lumban. Anjing yang dibawa ke ladang, menggonggong keras. Tampak menuju ke semak belukar dan terjadi perkelahian dengan beruang anakan ini.Dia langsung mengusir anjing peliharaan yang menggigit bagian kaki anak beruang. Setelah itu, Sitorus kembali ke rumah, dan merawat luka beruang itu.Sitorus merawat anak beruang ini. Awalnya, dia tak tahu apa makanan bisa diberikan. Setelah berbincang dengan warga sekitar, diputuskan nasi, susu dan gula.“Ia makan dua kali sehari. Susu, gula dan nasi. Itukan makanan sehat jadi mau anak beruang itu makan. Banyak aku buat supaya kenyang,” katanya.Karena masih anakan, dia melatih anak beruang agar jinak. Berhasil. Walau kandang dibuka sekalipun, satwa ini tak mau pergi atau lari.Warga sekitar juga sering datang melihat anak beruang ini. Ada yang berfoto atau sekadar memberikan makanan.
|
[0.0114072784781456, 0.010542696341872215, 0.9780499935150146]
|
2016-037-09.json
|
Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu
|
Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu | Saat ditanya apakah suatu hari akan melepas beruang ini, Sitorus mengatakan tak mungkin. Dari cerita orang, katanya, binatang akan dimusuhi kelompok kalau sudah bersama manusia.Ketika ditanya apakah tahu kalau satwa ini dilindungi dan ada ancaman pidana serta denda bagi siapa yang memelihara atau memperdagangkan, apalagi membunuh, Sitorus tak tahu. Dia meyatakan, menyayangi satwa ini, dan berat melepas ke hutan.Kabar ada warga memelihara satwa dilindungi, sampai ke telinga petugas Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Dolok Surung III, Toba Samosir, BBKSDA Sumut. Bersama tim meluncuk ke desa, mengecek dan identifikasi satwa.Petugas mendata dan memeriksa Sitorus termasuk kronologis mendapatkan satwa ini. Di sebuah warung di pinggir desa, pemberian pemahamanan kepada Sitorus dan warga dilakukan petugas.Sayangnya, Sitorus menolak melepas beruang. Melihat kondisi tak memungkinkan buat penyitaan, tim pun kembali ke kota.Onto Sianipar, petugas dari BKSDA Dolok Surung III, Toba Samosir, BBKSDA Sumut, mengatakan, sudah komunikasi dan musyawarah kekeluargaan dengan Sitorus, agar menyerahkan sukarela anak beruang itu tetapi belum berhasil.“Ini masih kita diskusikan.”Indra Kurnia, Koordinator Forest & Wildlife Protection Ranger)-OIC, mengatakan, langkah utama adalah pendekatan persuasif, pemberitahuan dan penyadartahuan soal satwa dilindungi.BKSDA, katanya, terus sosialisasi tentang satwa liar di desa itu, atau desa lain.“Tentu dapat melibatkan stakeholder lain, seperti perangkat desa, tokoh masyarakat, camat, koramil, polsek, lembaga mitra sebagai fasilitator ke masyarakat, sebagai bentuk kerjasama.”BBKSDA, katanya, dapat menyampaikan presentasi disertai pemutaran film, atau bahan edukasi/sosialisasi lain, yang mungkin mencantumkan nomor kontak lembaga terkait. Dengan begitu, masyarakat dapat menyampaikan informasi jika ada konflik satwa dengan masyarakat, atau yang memelihara satwa dilindungi. [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2018-010-18.json
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | [CLS] Dua buruh tani asal Pulokuntul, Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sawin dan Sukma, ditangkap dan ditahan polisi pada 4 September 2018 diduga menghina bendera nasional karena menancapkan bendera terbalik. Awalnya, dua orang ini protes pembangunan PLTU batubara Indramayu.“Sawin dan Sukma adalah tahanan nurani hanya karena menyuarakan hak mereka dan harus segera dibebaskan,” kata Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia, pada 20 hari penahanan Sawin dan Sukma.Pada 1 November, sidang kedua mestinya memasuki agenda eksepsi. Sidang urung karena hakim ketua tak hadir. Kedua buruh tani terjerat Pasal 24 a UU No 24/2009 tentang bendera, bahasa dan lambang Negara serta lagu kebangsaan. Mereka ditahan berdasarkan laporan bahwa Sawin dan Sukma, menancapkan bendera terbalik pada 14 Desember 2017. Sawin dan Sukma menyangkal tuduhan itu.Baca juga: Berkonflik dengan PLTU Indramayu II Berbuntut Penangkapan, Warga Mekarsari Lapor Komnas HAMSebelumnya, polisi menangkap Sawin Sukma, dan Nanto, seorang buruh tani lain pada 17 Desember 2017 untuk tuduhan serupa. Mereka kemudian dilepas di hari yang sama karena tak cukup bukti.Kasus ini bermula pada Mei 2015, saat Bupati Indramayu Anna Sophanah mengeluarkan izin lingkungan pembangunan PLTU batubara Indramayu II. Pada Juli 2017, beberapa orang terdampak PLTU, termasuk Sawin dan Sukma menggugat izin lingkungan PLTU ke PTUN Bandung.Pada 6 Desember 2017, PTUN Bandung memenangkan warga dan memutuskan mencabut izin lingkungan PLTU. Untuk merayakan keputusan pengadilan, bertepatan dengan perayaan Hari Raya Islam, Sawin, Sukma dan beberapa warga lain memasang bendera merah putih pada 14 Desember 2017 di lokasi lahan. Berselang dua hari, Sawin mengetahui bendera yang dipasang terbalik. Yakin bahwa dia memasang bendera dengan benar, Sawin mengecek ke lokasi dan menemukan beberapa bendera sudah hilang.
|
[0.9674981236457825, 0.015991976484656334, 0.016509896144270897]
|
2018-010-18.json
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | Penangkapan akhir September lalu menghadapkan kedua buruh tani dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau denda Rp500 juta.Baca juga: Warga Mekar Sari Khawatir Daya Rusak Pembangkit Batubara Sesi II IndramayuAmnesty mendesak Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Agung Budi Maryoto membebaskan Sawin dan Sukma. Juga memastikan mereka dilindungi dari penyiksaan dan perlakukan buruk lain selama dalam tahanan serta memiliki akses tetap kepada keluarga maupun pengacara pilihan mereka.“Mereka ditahan hanya karena menyuarakan hak mereka secara damai,” kata Usman.Penahanan Sawin dan Sukma, katanya, tak bisa dibenarkan karena sewenang-wenang dan atas dasar tuduhan lemah.“Juga dilakukan tengah malam seperti mengejar kriminal.”Dalam penahanan pertama, menurut Usman, kelihatan sekali polisi tak memiliki bukti dan saksi yang menguatkan tuduhan terhadap kedua tersangka. Pemasangan bendera dilakukan sebagai rasa syukur karena menang PTUN. Tak ada alasan bagi buruh tani ini menghina lambang negara.Menurut Usman, langkah yang mereka ambil untuk patuh hukum dan menempuh perjuangan dengan cara bermartabat justru berhadapan dengan lembaga kepolisian dan kejaksaan yang seharusnya bermartabat dan tak sewenang-wenang.“Benar ada agenda pembangunan yang harus dipastikan keamanannya, kalau mengorbankan warga kecil, justru mengabaikan tugas mengayomi masyarakat.”Hal lain yang menjadi sorotan Amnesty adalah keluarga tersangka jadi hidup tak menentu setelah penahanan mereka.“Kedua istri buruh tani ini luar biasa, meski jauh dari pusat informasi, suami mereka buruh tani, tapi punya cara pandang jauh ke depan membela lingkungan tetap bersih, agar anak mereka bebas dari penyakit yang bisa ditimbulkan dari aktivitas PLTU.”Upaya masyarakat mendapatkan lingkungan dan kehidupan yang lebih baik dan sehat dirusak dengan cara penanganan hukum yang, bagi Amnesty, mirip cara orde baru.
|
[0.9674981236457825, 0.015991976484656334, 0.016509896144270897]
|
2018-010-18.json
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | Sebelum kasus Sawin dan Sukma, aktivis lingkungan di Banyuwangi, Budi Heriawan atau dikenal Budi Pego ditahan 10 bulan penjara pada 24 Januari 2018 oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi, Jawa Timur. Dia dianggap melanggar Pasal 107a KUHP tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.Budi Pego dituduh bersalah karena menyebarkan ideologi komunis, tidak mengabarkan polisi setempat mengenai pelaksanaan protes sesuai aturan UU No 9 tahun 1998 dan sebagai pemimpin aksi mempromosikan ideologi pro komunis.Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan berekpresi dan berkumpul secara damai. Aturan hukum terus digunakan untuk menghukum aktivitas politik damai dan memenjarakan orang yang damai mengutarakan pendapat dan ekspresi mereka. ***Erawati dan Yati, tak bisa menahan tangis saat menunjukkan foto Sawin yang memegang bambu dengan bendera terpasang benar, sesaat sebelum ditancapkan di lokasi syukuran warga. Setelah kedua suami mereka, hidup istri buruh tani ini tak menentu.Mereka ibu rumah tangga yang menumpukan hidup pada penghasilan suami. Sawin, buruh tani sementara Sukma biasa jadi buruh traktor di sawah.“Dulu bisa tiap hari ada yang manggil kerja. Dua minggu berturut-turut ada,” kata Yati, sambil menggendong anak bungsunya berusia tiga tahun.Sejak PLTU Indramayu I dibangun, disusul pelepasan lahan pertanian untuk PLTU II, penghasilan suami menurun drastis.“Sekarang sekali dua minggu itu udah alhamdulillah,” kata Erawati.Kalau tak ada panggilan kerja buruh tani, Sawin dan Sukma biasa mencari ikan di laut. Sejak PLTU I beroperasi, nelayan desa harus melaut lebih jauh. Biasa, dengan modal bahan bakar lima liter nelayan bisa membawa pulang penghasilan Rp200.000-300.000 dari udang rebon. Udang rebon diolah jadi terasi.Sejak PLTU I membuang limbah air panas di laut, nelayan kesulitan mencari ikan dan udang. “Habis bensin 20 liter belum tentu dapat,” kata Domo, warga yang tergabung dalam Jatayu.
|
[0.9674981236457825, 0.015991976484656334, 0.016509896144270897]
|
2018-010-18.json
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | Erawati, istri Sukma, masih ingat bagaimana suaminya menyiapkan bendera untuk memeriahkan syukuran warga atas kemenangan di PTUN.“Suami saya merakit bendera itu di rumah. Setelah dirakit diberdirikan sampai dua malam di sudut rumah Ibu Ramini, tetangga saya. Dua malam, kalau memang terbalik pasti ada yang bilang,” kenang Erawati.PLTU II Indramayu merupakan ekspansi dari PLTU I Indramayu berkapasitas 1.000 megawatt.Menurut Komite Percepatan Penyediaan Infratsruktur Prioritas (KPPIP) proyek senilai Rp27 triliun ini akan menghasilkan listrik untuk keperluan Pulau Jawa dan Bali.PLTU ini dibangun dari skema pendanaan APBN dengan pinjaman luar negeri. PLTU akan beroperasi 2019. Monitoring proses pinjaman dan pengadaan tanah melibatkan Japan International Cooperation Agency (JICA), Bappenas, Kementerian Keuangan dan PLN.Sejak awal pembangunan PLTU, kata Erawati, tak pernah ada sosialisasi terhadap warga sekitar. PLN dan perusahaan hanya memanggil warga yang memiliki lahan yang akan dibebaskan. Kala itu, lahan pertanian dihargai Rp163.000 per meter.PLTU II yang akan dibangun berjarak kurang dari 150 meter dari rumah Erawati. Dampak PLTU I seperti polusi udara, kebisingan, konflik antarwarga, sudah dirasakan.“Sekarang kalau arah angin ke rumah saya anak-anak langsung batuk,” katanya. KasasiPer 1 November, gugatan dimenangkan PLN di pengadilan tinggi. Warga didampingi Walhi dan LBH Bandung lantas mengajukan kasasi.Dwi Sawung, Manager Kampanye Energi dan Perkotaan Walhi, mengatakan, Walhi telah melayangkan surat keberatan warga kepada JICA baik langsung maupun melalui surat elektronik.JICA berjanji tak akan mencairkan pinjaman berikutnya. Saat ini, JICA sudah memberikan pinjaman untuk studi teknis PLTU.“Mereka (JICA-red) juga mendanai Polri sejak 2001 untuk reformasi kepolisian. Nyata, di kasus ini polisi tak ada reformasi, Kasus ini berakhir di penjara,” katanya.
|
[0.9674981236457825, 0.015991976484656334, 0.016509896144270897]
|
2018-010-18.json
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | Walhi menilai, penahanan Sawin dan Sukma, sebagai upaya pembungkaman perlawanan warga.Catatan Amnesty, ada dua pola yang sering dilakukan pemerintah dan aparat negara dalam kriminalisasi pejuang dan aktivis lingkungan. Pertama, dihadapkan dengan simbol negara, seolah warga sedang menentang pemerintah atau dianggap menyimpang dari ideologi negara. Hal ini, katanya, terjadi pada kasus Budi Pego di Banyuwangi.Kedua, kriminalisasi biasanya dengan pola tindakan yang berbau kriminal, misal, memasuki pekarangan orang lain, merusak tanaman perusahaan, atau jika ada demonstrasi terjadi insiden seperti perusakan pagar yang membuat warga jadi tersangka.Pola-pola ini seringkali menghadap-hadapkan petani dengan pemerintah, seperti kasus Kendeng, di mana masyarakat yang menentang pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia dianggap anti pembangunan.“Kalau terjadi di Papua, masyarakat adat yang menolak perkebunan sawit atau pertambangan selalu dituduh anti NKRI,” kata Usman.Dalam beberapa kasus, polisi juga menggunakan aparat sebagai saksi. Dalam kasus Sawin dan Sukma, polisi jadi saksi dan laporan babinsa.“Ada banyak cara pemerintah masa lalu yang mungkin diulangi lagi kini karena ambisi pemerintah mengejar agenda pembangunan.”Willy Hanafi, Direktur LBH Bandung yang mendampingi warga mengatakan, ada penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin lingkungan PLTU Indramayu II.Izin harus terbit oleh Gubernur Jawa Barat, malah keluar dari Bupati Indramayu, Anna Sophanah.Bupati Anna Sophanah terpilih menjadi Bupati Indramayu dalam pemilihan kepala daerah 2015. Akhir Oktober lalu Anna menerima penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas kepedulian terhadap pembinaan proklim terhadap masyarakat di Indramayu.Cukup mengejutkan, awal November ini, Anna menyampaikan surat pengunduran diri kepada Gubernur Jawa Barat terpilih Ridwan Kamil. Menurut Kamil, Anna mengundurkan diri karena alasan keluarga.
|
[0.014151335693895817, 0.013634245842695236, 0.97221440076828]
|
2018-010-18.json
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
|
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | Saat ini, permintaan pengunduran diri Anna menunggu keputusan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. [SEP]
|
[0.9675886631011963, 0.01592942699790001, 0.016481919214129448]
|
2023-002-14.json
|
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu
|
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu | [CLS] Membayangkan hutan hujan tropis yang dibuka untuk perkebunan sawit, maka hewan pertama yang terlintas dalam pikiran kita mungkin orangutan. Tapi, ada spesies penghuni pohon lain, yang hampir tidak dikenal, bila hutan hilang akan berdampak lebih buruk dari yang kita perkirakan sebelumnya.Faktanya, sebuah studi baru menunjukkan bahwa kucing batu [Pardofelis marmorata], kucing semi-arboreal asli Asia selatan, sangat terpengaruh oleh konversi hutan menjadi perkebunan sawit. Untuk itu, direkomendasikan untuk meningkatkan status konservasi spesies ini dari status Hampir Terancam menjadi Rentan [Vulnerable/VU].Studi tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal Ecosphere, menunjukkan kucing lain yang bergantung pada hutan, seperti margay [Leopardus wiedii], mungkin juga terpengaruh. Sebaliknya, beberapa kucing liar kecil yang menghabiskan lebih banyak waktu di tanah daripada di atas pohon dapat beradaptasi lebih baik dengan lingkungan yang kondisinya telah diubah oleh manusia.Para peneliti menganalisis foto hasil kamera jebak dari seluruh Asia Tenggara untuk membandingkan penggunaan habitat kucing batu dengan kucing kuwuk [Prionailurus bengalensis] yang lebih mudah beradaptasi.Mereka menemukan bahwa kucing batu, “Merespons secara buruk pembukaan habitat dan perkebunan sawit,” menurut Alexander Hendry, penulis utama makalah di University of Queensland, Australia.“Kucing batu adalah kandidat ideal untuk menguji hipotesis kami bahwa hewan semi-arboreal akan lebih sensitif terhadap degradasi hutan hujan, seperti penebangan, perambahan, fragmentasi, dan serbuan pertanian,” kata Hendry kepada Mongabay dalam wawancara email. Data kamera jebak menegaskan bahwa itu adalah “spesialis hutan interior” yang mengandalkan konektivitas hutan, menurut para peneliti.
|
[0.014151335693895817, 0.013634245842695236, 0.97221440076828]
|
2023-002-14.json
|
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu
|
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu | Beberapa spesies dapat beradaptasi dengan lingkungan perkebunan sawit, termasuk kucing kuwuk, yang menggunakannya sebagai tempat berburu hewan pengerat [walaupun disertai kekhawatiran lain, seperti risiko penularan penyakit dan paparan bahan kimia, seperti rodentisida].“Fakta bahwa kucing kuwuk menunjukkan respons berlawanan dengan kucing batu kemungkinan merupakan faktor yang berkontribusi pada ketidakmampuan mereka untuk beradaptasi dengan lanskap yang terganggu,” kata Hendry.Temuan ini juga menunjukkan bahwa kucing batu dapat menyesuaikan perilakunya sebagai respons terhadap aktivitas manusia. Biasanya aktif siang hari, dalam beberapa kesempatan spesies ini tertangkap kamera saat senja, dekat daerah yang terganggu, “Kemungkinan untuk menghindari saat ada kehadiran manusia,” kata Hendry. Akibatnya, “Kucing batu mungkin memiliki lebih sedikit waktu untuk berburu dan bepergian dari biasanya, atau mungkin menghadapi pesaing dan predator baru.”Temuan ini membuat para ilmuwan menyimpulkan bahwa spesies tersebut kemungkinan lebih berisiko dari yang diperkirakan sebelumnya, karena perubahan habitat dan perluasan perkebunan sawit. Bagi Wai-Ming Wong, Direktur Panthera untuk program kucing kecil, penelitian ini adalah “contoh yang baik dalam menggunakan data tangkapan sampingan untuk memberikan wawasan tentang spesies yang kurang dipelajari.” Dia setuju dengan rekomendasi untuk memperbarui daftar kucing batu menjadi Rentan, kategori “terancam” dalam Daftar Merah IUCN, sejalan dengan spesies serupa yang bergantung pada hutan, seperti macan dahan [Neofelis spp.].“Habitat kucing batu dan spesies lain yang bergantung pada hutan seperti macan dahan [juga rentan] mengalami penurunan signifikan. Sementara, masih ada petak besar hutan utuh di Sumatera dan Kalimantan, habitat mereka di daratan [Asia Tenggara] yang terdegradasi dan terisolasi,” kata Wong kepada Mongabay melalui email.
|
[0.014151335693895817, 0.013634245842695236, 0.97221440076828]
|
2023-002-14.json
|
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu
|
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu | “Catatan kucing batu memang langka tetapi berlaku untuk banyak kucing kecil,” Jim Sanderson, pendiri dan Direktur Small Wild Cat Conservation Foundation, mengatakan kepada Mongabay melalui email, menambahkan bahwa “kurangnya catatan” tidak berarti mereka adalah lebih rentan.“Masalah kucing liar dan satwa liar lainnya di [Asia Tenggara] adalah hilangnya habitat besar-besaran, perburuan liar yang meluas, dan tindakan konservasi yang tidak memadai untuk mengurangi ancaman,” katanya. “Hanya kucing kuwuk yang sehat karena penyebaran tikus akibat perkebunan sawit yang menggantikan habitat alami.” Kucing semi-arboreal terancam?Penulis penelitian mengatakan, kesimpulan mereka juga dapat diterapkan pada spesies semi-arboreal lainnya seperti margay, yang ditemukan di seluruh Amerika Latin, yang saat ini juga dinilai hampir terancam.Berdasarkan Daftar Merah IUCN, margay memngkinkan memenuhi syarat untuk dinaikkan statusnya menjadi Rentan dalam waktu dekat. Tadeu De Oliveria, seorang peneliti dan konservasionis Pro Carnivoros, yang memimpin penilaian tersebut, mengatakan situasinya mungkin telah berubah berdasarkan pengetahuan ekologi yang lebih baik.“Saya telah melihat rekaman margay bergerak di dahan pohon, tetapi setiap kali mereka bepergian atau berburu, mereka berada di tanah,” kata De Oliveria, kepada Mongabay dalam sebuah wawancara video. “Mereka memang memiliki kemampuan arboreal yang tinggi, tetapi mereka bukan arboreal itu sendiri.”“Dari apa yang kita ketahui tentang ekologi margay, hewan ini dapat beradaptasi dan tidak peka terhadap gangguan,” lanjut De Oliveria. Dia menambahkan, meskipun kucing tampaknya bergantung pada tutupan hutan dan konektivitas, mereka terlihat di area yang terganggu seperti hutan bekas tebangan.
|
[0.014151335693895817, 0.013634245842695236, 0.97221440076828]
|
2023-002-14.json
|
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu
|
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu | “Poin utama kami dari jurnal penelitian ini adalah bahwa margay dan kucing batu sebagai spesies semi-arboreal cenderung kurang dapat beradaptasi dan lebih terancam daripada kucing terestrial yang habitatnya masih saling berbagi,” kata Hendry.Dia mencatat, penelitian lain telah menemukan bahwa spesies kucing kecil di Amerika Latin, seperti jaguarundi [Herpailurus yagouaroundi] dan ocelot [Leopardus pardalis], dapat beradaptasi dengan perkebunan, sementara margay belum tentu demikian.De Oliveria mengatakan, dia setuju bahwa perkebunan, “Sama sekali berbeda dari penebangan atau bentuk gangguan hutan lainnya.”“Mengganti tutupan alam dengan sawit, atau perkebunan apa pun itu, tidak menguntungkan mereka sama sekali dan berdampak negatif bagi mereka,” katanya, seraya menambahkan bahwa penilaian ulang terhadap margay sedang dalam proses. Hendry dan tim berniat memimpin ulang penilaian status kucing batu. Tantangan yang terus-menerus, yang meluas ke spesies kucing kecil lainnya, adalah sifat mereka yang penuh teka-teki dan kurangnya penelitian yang ditargetkan secara khusus. Ada kesenjangan pengetahuan tentang ekologi mereka.Sementara “sifat semi-arboreal” spesies tersebut kemungkinan besar berkontribusi pada ketidakmampuannya untuk beradaptasi, kata Hendry, ada juga data ilmiah yang terbatas tentang sebagian besar ekologi kucing batu yang lebih luas.Pertanyaan kuncinya, seberapa sering mereka berburu atau bepergian di pohon dibandingkan di tanah, dan apakah mereka memangsa spesies arboreal atau terestrial.Tetapi, kurangnya data seharusnya tidak menghalangi langkah-langkah konservasi, kata Sanderson.“Penelitian lebih terkait hilangnya habitat dan perburuan yang merupakan ancaman utama semua satwa liar tidak dibutuhkan lagi,” tulisnya. “Kami butuh tindakan [dan] program pengurangan ancaman.”
|
[0.014151335693895817, 0.013634245842695236, 0.97221440076828]
|
2023-002-14.json
|
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu
|
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu | Selain merekomendasikan peningkatan status konservasi kucing batu, para peneliti mengidentifikasi negara bagian Sabah di Kalimantan, Semenanjung Malaysia, dan Myanmar barat laut sebagai kemungkinan wilayah inti untuk perlindungan spesies tersebut.“Satu hal penting adalah pentingnya menjaga konektivitas di antara petak habitat terisolasi di lanskap yang didominasi manusia dan pertanian,” kata Wong. Dia menambahkan, menyisihkan area dengan nilai konservasi tinggi untuk dijadikan sebagai koridor satwa liar adalah bagian dari kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil.Hal ini sangat penting untuk, “Satwa liar yang bergantung pada hutan seperti kucing batu, untuk dapat menyebar ke lanskap yang lebih luas,” kata Wong, “Sehingga membantu kelangsungan hidup mereka baik pada tingkat individu maupun populasi.” Tulisan asli dapat dibaca pada tautan ini: Forest loss may push tree-dependent marbled cats into threatened category. Artikel diterjemahkan oleh Akita Verselita. Referensi:Hendry, A., Amir, Z., Decoeur, H., Mendes, C. P., Moore, J. H., Sovie, A., & Luskin, M. S. (2023). Marbled cats in Southeast Asia: Are diurnal and semi‐arboreal felids at greater risk from human disturbances? Ecosphere, 14(1). doi:10.1002/ecs2.4338Mendes-Oliveira, A. C., Peres, C. A., Maués, P. C., Oliveira, G. L., Mineiro, I. G., De Maria, S. L., & Lima, R. C. (2017). Oil palm monoculture induces drastic erosion of an Amazonian forest mammal fauna. PLOS ONE, 12(11), e0187650. doi:10.1371/journal.pone.0187650Pardo, L. E., Edwards, W., Campbell, M. J., Gómez-Valencia, B., Clements, G. R., & Laurance, W. F. (2021). Effects of oil palm and human presence on activity patterns of terrestrial mammals in the Colombian Llanos. Mammalian Biology, 101(6), 775-789. doi:10.1007/s42991-021-00153-y [SEP]
|
[0.014151335693895817, 0.013634245842695236, 0.97221440076828]
|
2013-047-01.json
|
WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam
|
WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam | [CLS] Pada Selasa(5/2/13) Asia Pulp & Paper (APP) mengumumkan komitmen menghentikan aktivitas pembukaan lahan di hutan alam dan lahan gambut Indonesia. WWF mendesak, APRIL, induk perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), memiliki komitmen serupa.Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia mengatakan, saat ini, APRIL merupakan pelaku pembukaan hutan alam terbesar diantara produsen pulp lain di Indonesia. “Kami mendesak perusahaan itu segera mengubah model bisnis mereka yang tidak lestari dan berhenti kegiatan pengeringan lahan gambut dan membuka hutan alam,” katanya dalam pernyataan kepada media, di Jakarta, Rabu(13/2/13).Dalam laporan Eyes on the Forest, menyebutkan, APRIL merupakan pelaku terbesar untuk perusakan hutan di Riau. Perusahaan ini menebang sedikitnya 140.000 hektar hutan tropis, sebagian besar terletak di lahan gambut pada 2008 dan 2011. Dalam periode itu, APRIL bertanggung jawab atas hilangnya hampir sepertiga hutan alam di Riau.Meskipun telah beroperasi selama 17 tahun dan memiliki konsesi atas 10 persen wilayah daratan Riau, perusahaan ini masih bergantung pada hutan tropis. “Setelah penghancuran hutan di Riau, kini APRIL memperluas operasi di Borneo,” ujar dia.Setelah 2009, komitmen-komitmen publik yang dibuat APRIL dalam mempertahankan hutan dan tidak menggunakan kayu alam hanya sebatas pencitraan atau greenwash. Di Riau, APRIL mengambil kayu alam dari konsesi, yang menurut kriteria UU Tata Ruang sebagai kawasan hutan lindung.Sistem kerja perusahaan ini, menyebabkan konflik serius dengan masyarakat lokal, terutama hilangnya kepemilikan hutan dan lahan adat masyarakat, dan degradasi sumber daya alam.“Dua pertiga area konsesi yang memasok perusahaan ini di Riau terletak di lahan gambut, lalu menjadi terdegadrasi, kering dan terdekomposisi. Ini menghasilkan emisi gas rumah kaca secara konstan.”
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-047-01.json
|
WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam
|
WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam | Untuk itu, WWF menyerukan APRIL berhenti merusak hutan tropis, menyelesaikan konflik-konflik sosial. “Lalu memulihkan hutan dan lahan gambut yang telah mereka rusak”, kata Aditya Bayunanda, Manajer GFTN dan kertas & pulp WWF-Indonesia. WWF juga mendesak perusahaan-perusahaan menghindari hubungan dengan praktik bisnis APRIL dan perusahaan-perusahaan terkait. [SEP]
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2022-032-05.json
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | [CLS] Sejak beberapa pekan lalu bencana melanda Maluku Utara. Dari banjir merendam sejumlah desa di Kabupaten Kepulauan Sula, sampai kapal tenggelam di perairan Halmahera Selatan.Di Kepulauan Sula bahkan jalan dan jembatan penghubung antardesa terputus. Banjir tak hanya di Kota Sanana juga di Pulau Mangole. Intensitas hujan tinggi di daerah ini dalam sepekan menyebabkan air meluap mencapai satu meter.Informasi yang dihimpun Mongabay menyebutkan, banjir kepung Kota Sanana sejak 13 Juli lalu. Sebelumnya, pada 10 Juli banjir besar juga menerjang Desa Capalulu, Pulau Mangole, Kepulauan Sula.Rumah-rumah pun terendam setinggi 60-70 sentimeter. Banjir bandang ini karena luapan air sungai dan air turun dari gunung.Sanip Umasangadji, Kepala Desa Capalulu, melaporkan ada fasiiltas umum berupa jembatan penghubung antar desa putus dihantam banjir dan melumpuhkan aktivitas warga. Mereka pun sulit ke Desa Mangoli, Kecamatan Mangoli Tengah, untuk kegiatan seharo-hari.“Kita kesulitan karena jembatan putus. Warga di Desa Capalulu misal mau transfer uang belanja, atau anak sekolah di desa tetangga kesulitan,” katanya.Kalau mau melintas terpaksa dengan menyeberangi kali dengan berisiko karena sungai berarus. “Kita akan buat jalan darurat, daripada harus turun menyeberang kali. Yang penting ada jalan darurat supaya bisa diakses,” katanya.Di Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Sula, di Kota Sanana, rumah warga tergenang dan sejumlah fasilitas rusak.Hujan deras 13 Juli sore hingga malam, menyebabkan Kota Sanana terkepung banjir dengan ketinggian air hingga 70 sentimeter. Desa -desa ini menerima dampak luapan air dari sungai diduga karena pembangunan drainase kota yang tak tertata baik. “Air meluap sangat deras, hingga tanah longsor bahkan fondasi rumah patah terbawa air. Di beberapa ruas jalan antar desa di Pulau Sulabesi sempat terhalang karena longsor,” kata Gunawan Tidore, warga Desa Waihama, Kecamatan Sanana. Rumah Gunawan terendam.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2022-032-05.json
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | Banjir di lokasinya merupakan bencana berulang. Dia duga bencana terjadi karena salah urus drainase kota.“Di Kota Sanana ini drainase kota buruk membuat hujan beberapa jam air meluap dan menenggelamkan pemukiman. Kasus seperti ini setiap saat terjadi jika hujan dengan intensitas tinggi dan waktu agak lama.”Fifian Adeningsih Mus, Bupati Kepulauan Sula, menetapkan status tanggap darurat sampai 21 Juli lalu.Buhari Buamona, Kepala BPBD Kepualauan Sula dalam keterangan kepada media mengatakan, banjir di Kepulauan Sula ini diduga kuat karena terjadi sedimentasi puluhan sungai di Sanana terutama yang mengalir masuk ke kampung-kampung di dalam kota.Pemerintah Kepulauan Sula menurunkan alat berat untuk pengerukan sejumlah sungai yang mengalami pendangkalan. Kerusakan lingkunganIrawan Duwila dari Ikatan Ahli Perencana (IAP) Kepulauan Sula yang banyak kampanye soal lingkungan mengatakan, banjir di daerah ini tidak terlepas dari persoalan lingkungan terutama dalam hal pemanfaatan hutan dan lahan.Kalau melihat ketebalan sedimentasi di sejumlah sungai di Sanana tidak terlepas dari adan run off karena tutupan lahan di puncak sudah banyak berkurang. Tutupan tergerus di hulu, katanya, ketika hujan menyebabkan run off dan masuk ke sungai hingga menimbulkan sedimentasi.“Sungai ada air, kalau kemarau kering. Cerita orang tua di kampung kami, dulu sungai di kampung kami cukup dalam. Bahkan perahu besar bisa masuk sampai ke kampung. Sekarang, terjadi pendangkalan bahkan rata karena sedimentasi tebal. Ini fakta yang tidak bisa dipungkiri,” katanya.Pengurangan tutupan hutan dan lahan, katanya, karena eksploitasi skala besar, pertambahan penduduk maupun pemanfaatan berbagai kepentingan.Di Pulau Mangole, misal, hutan tergerus oleh perusahaan semisal PT Barito Pasifik Timber Group. Hingga kini masih tereksploitasi.“Belum ada sosialisasi atau pemberitahuan ke masyarakat menyangkut pemanfaatan ruang dan peruntukannya.”
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2022-032-05.json
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | Dia juga menilai, pemerintah daerah lemah dalam mitigasi bencana termasuk banjir. Padahal banjir sudah berulang setiap tahun di Kepulauan Sula. Di Sulabesi dan Waitina Mangoli, setiap ada hujan selalu banjir.Baginya, belum ada perencanaan terintregrasi. Bicara rencana tata ruang wilayah (RTRW), katanya, sudah empat atau lima tahun belum selesai revisi.Ketika pengelolaan ruang tak terkendali karena tak ada aturan, kata Irawan, terjadi pembukaan lahan di wilayah resapan. Dalam kondisi seperti ini , pemerintah perlu hadir lewat aturan.“Sayangnya, sampai saat RTRW sebagai dokumen rujukan pengelolaan ruang, revisi belum juga selesai. Begitu juga dokumen rencana detail tata ruang prosesnya sampai di mana publik tidak tahu.”Sahjuan Fathgehipon, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kepulauan Sula enggan memberi tanggapan.Riset Rifandi Duwila, Raymond Ch. Tarore dan Esli D. Takumansang dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sam Ratulangi Manado 2019 menunjukkan, hasil analisis riset terkait erosi cukup tinggi mencapai 35.395,79 hektar atau 61,59%, erosi sedang 20.987,97 hektar (36,52 %) dan erosi tinggi 1.083,33 hektar (1,88%).Begitu juga dalam analisis SKL Drainase untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan mengalirkan air hujan secara alami dengan melihat aliran air dan mudah tidaknya air mengalir. “Dari analisas itu menunjukan drainase cukup 50618,86 hektar atau 94,68 %, drainase kurang 2.603,607 hektar atau 4,87% dan drainase tinggi 239,03 atau 0,44%. Cuaca ekstrem Tak hanya banjir bandang, cuaca ekstrem melanda Maluku Utara. Cuaca ekstrem antara lain menyebabkan Kapal Motor (KM) Cahaya Arafah tenggelam di perairan Desa Tokaka, Gane Barat, Halmahera Selatan, pertengahan Juli lalu. Kapal berbahan utama kayu rute Ternate-Halmahera Selatan ini alami nasib tragis kala berlayar di tengah cuaca ekstrem.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2022-032-05.json
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | Dari laporan akhir Tim SAR Gabungan setelah tujuh hari operasi pencarian, menyebutkan 66 korban selamat, 10 orang meninggal dunia dan satu orang dinyatakan hilang, dari total 77 penumpang di kapal penyebrangan pengangkut barang dan penumpang ini.Fathur Rahman, Kepala Basarnas Ternate, mengatakan, meski telah menutup operasi, mereka meminta kepada kapal maupun nelayan di Maluku Utara melaporkan kepada Tim SAR Gabungan apabila melihat maupun menemukan keberadaan korban.Beberapa peristiwa lain juga terjadi di hari sama di tengah hujan deras, angin kencang serta gelombang tinggi. Mesin speeadboat Kie Besi mati mesin di tengah cuaca buruk di perairan Payahe, Tidore Kepulauan. KM Ferry Lompa nyaris tenggelam dihantam gelombang tinggi di perairan rute Makian-Kayoa, Halmahera Selatan. Di perairan Pulau Morotai, dua nelayan dinyatakan hilang.Dari data pengamatan BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Babullah Ternate meliris cuaca saat kejadian. Dari deteksi, ada potensi cuaca ekstrem di pesisir barat Maluku Utara yang berdampak pada peningkatan curah hujan, kecepatan angin, tinggi gelombang dan gelombang pasang.Dalam perkiraan, tinggi gelombang 2,5 (moderate sea) dan kecepatan angin sampai dengan 25 knot yang terjadi di wilayah Maluku Utara dan sekitarnya.Dari citra satelit BMKG menunjukkan, anomali cuaca di wilayah dan titik lokasi kejadian.Menurut Setiawan Sri Raharjo, Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Babullah Ternate, informasi ini sudah disampaikan dalam group koordinasi dan telah mengeluarkan peringatan dini.“Cuaca ekstrem menimbulkan beberapa kecelakaan kapal,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Mongabay, Senin (25/7/22). Waspada
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2022-032-05.json
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | Prakiraan BMKG, curah ekstrem tak hanya terjadi di bagian barat Maluku Utara. Pasca kejadian 18 Juli 2022, daerah seperti di Halmahera Tengah, Halmahera barat, Pulau Taliabu dan Halmahera Selatan, juga potensi cuaca ekstrem hingga perlu waspadai.Setiawan mengatakan, kondisi cuaca di Maluku Utara dalam beberapa tahun terakhir mengalami ketidakstabilan. Kondisi suhu setiap tahun meningkat.Acuan cuaca dari pandangan lampau orangtua terdahulu, tidak bisa lagi jadi pedoman masyarakat ketika beraktivitas.Dia meminta masyarakat menjadikan deteksi dini cuaca dengan bantuan alat dan teknologi terbarukan BMKG sebagai rujukan awal dalam beraktivitas demi keselamatan.“Dalam survei kami, masih dibutuhkan kerja keras BMKG dan instansi terkait lain untuk menjadikan masyarakat lebih sadar terhadap cuaca, harapan kedepan masyarakat lebih sensitif,” ujar Setiawan.BMKG terus berupaya meningkatkan performa agar publik tidak abai info cuaca.Cuaca ekstrem di Maluku Utara ini, katanya, bisa berujung maut kalau tak diantisipasi.“Kita berharap, jangan penyesalan mendalam atau muncul kesadaran kala sudah terjadi bencana.”Dalam kurun 1980-awal 2020, menurut data BMKG ada kecenderungan suhu muka laut naik. Kalau suhu muka laut naik akan mengubah pola sirkulas angin dan secara otomatis menimbulkan perubahan musim.Sebagai contoh, di Halmahera Timur dan Halmahera Tengah, dahulu punya sumber air dan surplus pangan atau jadi pusat lumbung pangan, kini berubah karena curah hujan makin menurun dan terjadi gagal panen.Pada 2020, sesuai data perubahan suhu di Ternate, Galela, Labuha dan Sanana, baik awal musim maupun akhir musim jadi alasan kuat menyimpulkan terjadi kenaikan suhu. “Ini bisa jadi alasan mengapa warga di daerah ini mengharapkan pasokan beras dari Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.”
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2022-032-05.json
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
|
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | Hal lain bisa terlihat dari perubahan angin. Kala angin kuat, suplai bahan pangan akan terganggu. Perubahan ini juga ikut mengubah kondisi pasar dan harga barang tidak terkontrol hingga menyebabkan inflasi serta akan mengganggu stabilitas ekonomi daerah.Dalam beberapa tahun ini, katanya, kondisi cuaca tahunan terjadi ganguan secara global. Kalau dianalisis dari data normal, terjadi variabilitas iklim dan cuaca. ********* [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-005-12.json
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | [CLS] Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) memiliki tiga sub-spesies yang telah diidentifikasi berdasarkan studi genetika. Ketiga orangutan tersebut yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang ditemukan di barat laut Borneo, Pongo pygmaeus wurmbii di Borneo bagian tengah, dan Pongo pygmaeus morio di timur laut Borneo. P.p. wurmbii merupakan sub-spesies dengan ukuran tubuh relatif paling besar, sementara P.p. morio adalah sub-spesies dengan ukuran tubuh relatif paling kecil.Hal ini dikatakan Drh. Agus Irwanto, Acting Manager Program Samboja Lestari Yayasan Penyelamat Orangutan Borneo (Yayasan BOS). “Perbedaan yang mencolok, orangutan yang ada di Kalimantan Tengah memiliki tubuh langsing sementara orangutan yang ada di Kalimantan Timur memiliki tubuh yang gemuk,” ungkap Agus.Menurut data yang diperoleh, pada tahun 2004, diperkirakan bahwa total populasi orangutan di Pulau Borneo, baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia terdapat sekitar 54 ribu individu. Diantara ketiga sub-spesies orangutan Borneo tersebut, P.p. pygmaeus merupakan sub-spesies yang paling sedikit dan terancam kepunahan, dengan estimasi jumlah populasi sebesar 3,000 hingga 4,500 individu di Kalimantan Barat dan sedikit di Sarawak, atau kurang dari 8% dari jumlah total populasi orangutan Borneo.Dengan perbedaan tiga sub-spesies orangutan Kalimantan tersebut, maka pada Kamis (28/11) lalu, yayasan BOS di Semboja lestari mengembalikan lima individu orangutan Kalteng (Pongo pygmaeus wurmbii ) yang berada di Semboja lestari. Sementara pada Sabtu (30/11) mendatang tiga orangutan Kaltim (Pongo pygmaeus morio) yang berada di rehabilitasi Nyaru Menteng Kalteng ke rehabilitasi Semboja Lestari Kaltim.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-005-12.json
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Pertukaran tersebut berdasar pada tes Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) setiap individu orangutan yang akan dilepasliarkan. Kelima individu orangutan Kalteng yang berada di Semboja Lestari, seharusnya telah dilepasliarkan pada bulan lalu bersama pelepasliaran ke-100 orangutan namun, sebelum pelepasliaran, dilakukan tes DNA, ternyata kelima orangutan tersebut merupakan orangutan Kalteng, sehingga mereka tidak dilepasliarkan di Kaltim dan harus dikembalikan ke Kalteng.“Kita harus mengembalikan ke habitatnya masing-masing sesuai dengan hasil tes DNA. Setelah 7-12 tahun kelima individu orangutan yang kami sekolah alamkan, memang belum diketahui apakah mereka berada di ruang lingkup orangutan Kaltim atau tidak. Kami baru melakukan pengecekan DNA, setelah orangutan tersebut siap dilepasliarkan,” kata Agus.Sementara itu, setiap individu orangutan, percontoh darah yang akan dites DNA nya memakan biaya sekitar Rp 2,5 juta. Dan seharusnya pemerintah saat melakukan penyitaan dan sebelum diserahkan ke badan rehabilitasi atau konservasi, harus melakukan tes DNA terlebih dahulu, sehingga dapat meletakan individu orangutan ke lokasi yang benar.“Yang sangat disayangkan, saat melakukan penyitaan orangutan oleh BKSDA, mereka tidak melakukan pengetesan DNA, sehingga terjadi peristiwa seperti ini, dan kami baru melakukan tes DNA, saat akan dilepasliarkan. Biaya untuk tes DNA lumayan mahal, untuk satu sample darah itu mencapai Rp 2,5 juta,” ungkap Rini Sucahyo Communication Advisor for the CEO of The Borneo Orangutan Survival FoundationNamun permasalahan kembali timbul, saat lima individu orangutan Kalteng yang dikembalikan dari Semboja Lestari tiba di Nyaru Menteng Kalteng. Karateristik daerah yang berbeda menyebabkan individu orangutan Kalteng yang dikembalikan harus melakukan adabtasi selama beberapa hari untuk menyesuikan dengan kondisi alam setempat.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-005-12.json
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Kondisi alam di Kalteng, diketahui lebih memiliki banyak rawa dan rawan banjir, sehingga orangutan lebih banyak beraktivitas di atas atau pohon. Sementara di Kaltim kondisi lahan banyak bukit dan hutan, sehingga orangutan banyak beraktivitas di bawah atau di tanah.“Kalau orangutan Kalteng yang telah disekolahkan di Semboja Lestari dan dikembalikan ke Kalteng, individu orangutan tersebut harus ditaruh di Pulau Kaja, Nyaru Menteng Kalteng, untuk beradabtasi selama beberapa hari agar dapat menyesuaikan diri dengan alam sekitar setelah itu baru dilepasliarkan, sementara untuk tiga orangutan Kaltim yang di sekolahkan di Nyaru Menteng saat dikembalikan ke Kaltim dapat langsung di lepaskan,” papar Rini.Dari Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng di Kalimantan Tengah ke Hutan Kehje Sewen di Kalimantan TimurSetelah Kamis kemarin lima individu orangutan Kalteng di kembalikan ke Kalteng, pada Minggu (30/11) ini, Orangutan ibu-anak, Yayang dan Sayang, dan satu individu orangutan betina bernama Diah akan tiba di bandara Sepinggan Balikpapan untuk dilepasliarkan ke Hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.Pelepasliaran kali ini terbilang istimewa karena merupakan pelepasliaran lintas provinsi pertama dari Program Reintroduksi Orangutan Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, ke Hutan Kehje Sewen yang dikelola oleh PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ini agak berbeda dengan orangutan-orangutan lain yang berasal dari pusat rehabilitasi yang sama, yang selama ini dilepasliarkan di kawasan Hutan Lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-005-12.json
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Kelima orangutan Kalteng yang dikembalikan ke Kalteng dari Semboja Lestari, yang memiliki sub-species Pongo pygmaeus wurmbii ini akan menjalani tahap akhir proses rehabilitasi mereka di salah satu pulau pra-pelepasliaran orangutan yang dikelola oleh Yayasan BOS di Nyaru Menteng sebelum dilepasliarkan ke habitat alami mereka di Kalimantan Tengah.Sepasang induk-anak Yayang dan Sayang akan dilepasliarkan di Kalimantan Timur berdasarkan hasil pemeriksaan DNA yang harus dilakukan sebelum dilepasliarkan. Dari hasil pemeriksaan, ternyata sub-spesies Yayang dan Sayang adalah Pongo pygmaeus morio yang secara alami tersebar di wilayah timur Kalimantan, bukan Pongo pygmaeus wurmbii yang secara alami terdapat di Kalimantan bagian tengah. Sesuai dengan praktik kesejahteraan satwa, Sayang yang masih berusia muda akan dilepasliarkan bersama dengan induknya untuk memastikan kesejahteraannya.Sementara Diah, orangutan betina yang kini berusia 17 tahun, akan dilepasliarkan ke Kalimantan Timur karena sub-species-nya adalah Pongo pygmaeus morio yang secara alami tersebar di wilayah timur Kalimantan. Disita dari Sebulu, Kalimantan Timur, Diah menjalani proses rehabilitasi di Pusat Reintroduksi Orangutan Yayasan BOS di Samboja Lestari, Kalimantan Timur. Pada tahun 1998, Samboja Lestari mengalami kelebihan kapasitas akibat banyaknya orangutan yang masuk ke Samboja Lestari karena kebakaran hutan besar. Diah yang baru satu tahun belajar di Samboja Lestari, terpaksa dipindahkan ke Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah yang baru saja dibuka.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-005-12.json
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Berdasarkan hal tersebut dan sesuai dengan standar nasional dan internasional (IUCN), maka Yayang, Sayang, dan Diah harus dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur, bukan di hutan lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah, seperti kawan-kawannya dari pusat rehabilitasi Nyaru Menteng. Hutan Kehje Sewen dikelola oleh PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) yang telah mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dari Kementerian Kehutanan.RHOI adalah perusahaan yang didirikan oleh Yayasan BOS pada 21 April 2009 dengan tujuan tunggal untuk dapat mengelola kawasan hutan secara lestari bagi orangutan rehabilitan dari Samboja Lestari. “Secara naluri DNA, seorang anak individu orangutan akan mengikuti DNA sang ibu, sehingga tiga orangutan beserta anaknya akan dilepaskan di Kaltim,” ungak RiniPelepasliaran kali ini melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, serta masyarakat Kutai Timur dan Kutai Kartanegara.Yayasan BOS terus berusaha keras melakukan kegiatan pelepasliaran orangutan dengan harapan dapat memenuhi target yang ditetapkan dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Rencana Aksi ini dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim di Bali tahun 2007, yang menyatakan bahwa semua orangutan di pusat rehabilitasi harus dikembalikan ke habitatnya paling lambat pada tahun 2015, dan telah disepakati oleh seluruh jajaran pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-005-12.json
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | “Latar belakang kenapa Yayang, Sayang, dan Diah harus dilepaskan di provinsi yang lain adalah karena sebagai orangutan yang berasal dari timur Kalimantan, mereka memiliki sifat genetik yang berbeda dengan orangutan yang menempati hutan di daerah lain di Kalimantan. Kami berkomitmen untuk menjaga kemurnian genetika setiap orangutan yang dilepasliarkan karena hal ini penting untuk dilakukan. Dengan sekian banyak orangutan masih menunggu untuk dilepasliarkan, masih besar pula kemungkinan bahwa kami harus melakukan pelepasliaran lintas provinsi di masa yang akan datang.” Jelas Rini.Anton Nurcahyo, Manajer Program Nyaru Menteng mengatakan, “Hingga saat ini terdapat lebih dari 500 orangutan yang memenuhi syarat untuk dilepasliarkan di Nyaru Menteng, dan nyaris semuanya masih memerlukan proses pemeriksaan DNA untuk menentukan sub-species mereka sehingga dapat ditentukan di mana tepatnya orangutan-orangutan tersebut dilepasliarkan. Padahal biaya untuk melakukan tes tersebut tidaklah kecil. Apabila pemerintah telah lebih dahulu melakukan tes itu sebelum memasukkan orangutan ke pusat rehabilitasi, tentu meringankan beban yang ditanggung oleh pusat rehabilitasi orangutan, dan memudahkan Yayasan BOS untuk menentukan di mana orangutan tersebut akan direhabilitasi dan dilepasliarkan di kemudian hari.Nyaru Menteng Melepasliarkan 17 OrangutanPada 13 Oktober 2013 lalu, dengan dilepasliarkannya 9 orangutan dari Pusat Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari, Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) genap melepasliarkan 100 individu orangutan ke habitat alami mereka. Kegiatan pelepasliaran ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pelepasliaran yang kembali dimulai di Kalimantan pada awal 2012, setelah selama 11 tahun tidak dapat melakukan kegiatan pelepasliaran karena sulitnya menemukan hutan yang layak dan aman sebagai lokasi pelepasliaran.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-005-12.json
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Kini, untuk mencapai target yang tercantum pada Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017, Yayasan BOS di Nyaru Menteng kembali melepasliarkan 17 orangutan. Kegiatan kali ini menjadikan total orangutan yang telah dilepasliarkan di Kalimantan Tengah 99 orangutan, dan total keseluruhan di Yayasan BOS 117 orangutan.Pada Jumat (29/11) hingga Sabtu (30/11), 17 orangutan rehabilitan berangkat dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah di Nyaru Menteng menuju titik-titik pelepasliaran yang telah ditentukan sebelumnya di Hutan Lindung Bukit Batikap. Mereka terdiri dari 13 orangutan betina, dan 4 orangutan jantan.Orangutan-orangutan ini akan diterbangkan dari Bandara Tjilik Riwut, Palangka Raya menuju Bandara Dirung di Puruk Cahu. Sampai di Puruk Cahu, para orangutan akan langsung diterbangkan dengan helikopter ke Hutan Lindung Bukit Batikap. Karena banyaknya jumlah orangutan yang akan dilepasliarkan, para orangutan akan dibagi ke dalam 4 kelompok penerbangan. Hari pertama akan menerbangkan 8 orangutan ke Bukit Batikap, sisanya 9 orangutan akan diterbangkan di hari kedua.Kegiatan pelepasliaran orangutan ini masih merupakan upaya perwujudan target yang tercantum pada Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 yang diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim di Bali, 2007, di mana dinyatakan bahwa seluruh orangutan yang ada di pusat rehabilitasi harus telah dilepasliarkan paling lambat pada tahun 2015.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-005-12.json
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Anton Nurcahyo, Manajer Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah di Nyaru Menteng mengatakan, kebutuhan lokasi pelepasliaran yang baru merupakan hal yang penting dalam upaya pelestarian. “Saat ini upaya konservasi orangutan semakin digiatkan melihat keprihatinan yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu pembunuhan orangutan dan pembukaan lahan baru untuk kepentingan industri. Sejak bulan Agustus, dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan, Nyaru Menteng telah menerima 8 anak orangutan yatim piatu. Bayi orangutan yang telah kehilangan induknya ini membutuhkan proses rehabilitasi sedikitnya selama 7 tahun, sementara itu Pemerintah memiliki target untuk melepasliarkan orangutan yang ada di pusat rehabilitasi paling lambat pada tahun 2015. Jika Pemerintah tidak tegas dalam menegakkan hukum untuk melindungi orangutan dan habitatnya, target yang tertuang dalam Rencana Aksi Konservasi Orangutan tidak akan bisa terwujud. Hal lain yang sangat mendesak agar pelepasliaran orangutan bisa berjalan dengan lancar adalah kebutuhan akan lokasi pelepasliaran yang baru,”kata Anton
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-005-12.json
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
|
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Sementara itu menurut Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, Ir. Hariyadi, “Perusahaan yang dalam wilayah konsesinya terdapat orangutan dan bernilai konservasi tinggi seharusnya bekerjasama dan berkoordinasi dengan BKSDA untuk melakukan pengelolaan perkebunan yang berwawasan lingkungan dan konservasi. Perusahaan harus ikut serta dalam upaya konservasi orangutan dengan membentuk Satgas Penyelamatan Orangutan. Tujuannya untuk mencegah konflik antara manusia dengan satwa liar, dalam hal ini orangutan, di lingkungan perkebunan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar. BKSDA akan menyambut positif setiap upaya kerjasama dalam masalah konservasi orangutan yang berada di lingkungan perusahaan agar satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini tetap lestari”. Kata Haryadi Untuk kedepannya BKSDA Kalteng akan merangkul perusahaan tersebut bekerjasama dalam pengelolaan hutan dan kebun yang berwawasan lingkungan dan konservasi melalui Memorandum of Understanding (MoU). [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2021-057-02.json
|
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh
|
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh | [CLS] Kasus matinya gajah sumatera di Provinsi Aceh masih berlanjut. Data yang dirilis Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh menunjukkan, dari Januari hingga Maret 2021, sebanyak empat gajah liar mati, baik itu dewasa maupun anakan.Gajah yang mati pertama ditemukan pada 12 Januari 2021 di Desa Blang Rakal, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah.Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan, saat itu masyarakat dan Muspika Kecamatan Pintu Rime Gayo dan Conservation Response Unit [CRU] DAS Peusangan tengah melakukan penggiringan gajah liar.Agus menyebutkan, hasil nekropsi yang dilakukan tim dokter BKSDA Aceh dan Pusat Kajian Satwa Liar Universitas Syiah Kuala menunjukkan, gajah betina tersebut berumur sekitar 10 tahun dan sedang mengandung.“Tim dokter hewan dan Polres Bener Meriah tidak menemukan adanya bekas kekerasan fisik baik luka tembak, luka sayat, luka tusuk, maupun luka terbakar,” tambah Agus.Berdasarkan hasil nekropsi secara makroskopis, diduga kematian gajah liar itu akibat keracunan pupuk. “Namun untuk memastikan penyebabnya, sampel organ berupa hati, limpa, paru-paru, usus, isi lambung, lidah, dan feses telah dikirim ke Pusat Laboratorium Forensik untuk dilakukan uji itoksikologi,” ujarnya.Baca: Keracunan Pupuk, Gajah Sumatera Betina Mati di Bener Meriah Berikutnya, 4 Maret 2021, ditemukan gajah mati di Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya. Gajah jantan usia 10 tahun itu diperkirakan mati akibat infeksi luka di kaki kiri depan akibat terkena jerat.Kasat Reskrim Polres Aceh Jaya, AKP Miftahuda Dizha Fezuono mengatakan, bangkainya ditemukan masyarakat dan disampaikan ke perangkat desa yang selanjutkan dilaporkan ke Polsek Teunom hingga ke Polres Aceh Jaya.“Kami melihat langsung, kaki kiri depannya terlihat infeksi dan ada tali bekas jerat. Kami tidak bisa memastikan penyebab kematian, namun saat ditemukan gadingnya masih utuh.”
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2021-057-02.json
|
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh
|
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh | Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan, bangkai gajah tersebut ditemukan di kawasan hutan areal penggunaan lain [APL]. Di sekitar lokasi kematian tidak ditemukan hal-hal mencurigakan, kecuali sisa ikatan tali tambang yang masih melekat di kaki kiri depan gajah.“Sebagian tali itu bahkan telah tertutup jaringan otot.”Agus mengatakan, hasil nekropsi menunjukkan kematian gajah itu sekitar 20 jam sebelum ditemukan. “Kondisi satwa yang lemah menyebabkan imunitas tubuh menurun dan memperparah infeksi luka, sehingga bakteri menyebar ke seluruh tubuh dan berujung pada kematian,” tambah Agus.Baca: Inong, Bayi Gajah Sumatera yang Terjebak di Kubangan Itu Mati Anak gajah matiSebelumya, 3 Maret 2021, Inong, anak gajah sumatera yang berumur sekitar sebulan, yang dirawat di Pusat Konservasi Gajah (PKG) milik BKSDA Aceh di Saree, Kabupaten Aceh Besar, mati.Inong terpisah dari induknya karena terperosok ke kubangan lumpur di kawasan hutan Kecamatan Tiro, Kabupaten Pidie.Warga Desa Panton Beunot, Kecamatan Tiro, Helmi pada 10 Februari 2021 mengatakan, masyarakat awalnya melihat kawanan gajah liar mandi di kubangan air pada Minggu [07/2/2021]. Jumlahnya sekitar 18 individu. Lokasinya, sekitar 50 meter dari permukiman penduduk.“Namun, dua hari kemudian, warga melihat ada anak gajah yang terjebak di kubangan lumpur tersebut. Di sekitar kubangan masih ada induk dan kawanannya,” ujarnya.Helmi yang sehari-hari bertani itu mengatakan, warga segera melaporkan kejadian tersebut ke perangkat desa hingga ke Muspika Kecamatan Tiro.“Warga coba menolong, namun ketika mendekati kubangan makan sang induk dan gajah lainnya mendekat kubangan juga,” ujarnya.Agus Irianto mengatakan, BKSDA memutuskan membawa anak gajah tersebut ke PKG Saree karena kondisinya yang lemah.
|
[0.9675886631011963, 0.01592942699790001, 0.016481919214129448]
|
2021-057-02.json
|
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh
|
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh | “Dari hasil pemeriksaan, kaki kiri depannya mengalami dislokasi, sementara kaki belakangnya mengalami paralisis atau kelumpuhan. Hal ini yang menyebabkan Inong tidak bisa berdiri,” tuturnya.Baca juga: Rusaknya Habitat Ancaman Utama Kehidupan Gajah Sumatera Kasus keempat terjadi di Desa Papeun, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie. Gajah betina yang berumur sekitar 30 tahun ditemukan mati pada 30 Maret 2021, di kawasan hutan tanaman industri [HTI].Bangkainya ditemukan masyarakat yang sedang mencari kerbau. “Sebelumnya, kami melihat seekor gajah terpisah dari kelompoknya. Di kawasan ini biasa ada kelompok gajah yang jumlahnya sekitar lima individu,” sebut Anwar, warga Papeun, Kecamatan Muara Tiga.Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan, bangkainya sudah sangat membusuk. Bagian perutnya telah terburai keluar dan beberapa bagian otot sudah lepas dari tulangnya.“Bangkainya ditemukan dekat sumber air.”Agus menambahkan, tim BKSDA mendapatkan informasi dari warga, gajah tersebut terlihat kurus dan terpisah dari rombongan. “ Hasil nekropsi yang dilakukan secara makroskopis ditambah informasi lapangan menunjukkan, kematiannya diduga karena keracunan atau penyakit yang diakibatkan efek racun.”Gajah sumatera merupakan satwa liar dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi. [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2012-011-07.json
|
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami
|
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami | [CLS] Tanpa sempat beristirahat setelah 14 jam penerbangan dari Toronto, Kanada ke tanah air, empat personil grup band Navicula (Robi-vokalis, Made-bass, Dankie-gitar, Gembull-drummer) langsung mendarat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Bukan untuk tur musik dan mencari uang, anak-anak muda ini langsung bergabung dengan tim mata harimau Greenpeace dalam tur kampanye penyelamatan hutan Kalimantan yang akan menempuh perjalanan darat selama lebih 2.500 kilometer dari Palangkaraya sampai Pontianak di Kalimantan Barat. Tur itu sendiri bernama Kepak Sayap Enggang Tur Mata Harimau Seri Kalimantan yang digagas Greenpeace bersama Walhi, AMAN, SOB dan berbagai LSM lainnya di Kalimantan. Tur ini dimulai di Banjar Baru, Kalimantan Selatan dan berakhir di Pontianak, Kalbar.Navicula adalah band grunge asal Bali yang berada di jalur indie yang bahkan ngotot ingin hidup idealis di jalur non populer, yakni kritik sosial dan lingkungan. Di antara lagu mereka adalah Orangutan, Harimau-harimau, Over konsumsi dan Metro Pollutant. Mongabay Indonesia berkesempatan mewawancarai Gede Roby Supriyanto (33), vokalis sekaligus gitaris Navicula selama perjalanan tur Mata Harimau dalam perjalanan menuju Pontianak akhir September lalu.Mongabay.co.id: Bagaimana Navicula bisa terlibat dalam kampanye Tur Mata Harimau ini? Tahun lalu kami melihat video tur mata harimau Greenpeace dan kami membayangkan ikut mengendarai motor trail masuk ke hutan-hutan, itu mungkin akan sangat menyenangkan. Dan ketika kita mengontak Greenpeace dan memberitahu bahwa tahun ini akan ada tur lagi, kami putuskan ikut. Dan Navicula sendiri tahun ini memang punya rencana mengadakan tur kampanye musik Kalimantan. Tur ini sudah kami tandai dengan tur di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh Juli lalu yang waktu itu sedang ramai dengan penghancuran habitat Orangutan di hutan gambut Rawa Tripa.Mongabay.co.id: Selama ikut tur di Kalimantan, apa saja yang dilakukan Navicula?
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2012-011-07.json
|
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami
|
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami | Kami tiba di Palangkaraya dan tampil membawakan beberapa lagu di Palangkaraya Mal. Tapi sebenarnya tim manajemen Navicula sudah ikut tur sejak awal di Banjarmasin. Selama tur kami ikut mengendarai motor trail yang bercorak harimau dan enggang. Kami bergantian mengendarainya. Rata-rata 8 jam sehari di jalanan aspal, tanah, dan bergambut. Kami menemui masyarakat yang memprotes lahan mereka diambil perusahaan. Kami masuk ke pelosok hutan dan desa-desa yang masyarakatnya terancam oleh apa yang disebut pemerintah sebagai “pembangunan”.Mongabay.co.id: Bagaimana kondisi hutan di Kalimantan?Awalnya kami membayangkan akan tur di hutan-hutan di pedalaman Kalimantan yang katanya masih bagus, tapi justru perjalanannya ini seperti mencari hutan di Kalimantan. Hanya satu kata yang bisa mewakili penghancuran hutan: keji. Ini melampaui serakah. Kalau serakah, masih bisa dikatakan sifat itu ada pada manusia. Semuanya dihabisi. Di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah kami melihat hutan gambut yang terbakar yang melepaskan jutaan ton karbon ke udara. Pas kami melewati Delang, yang kami lihat sepanjang mata memandang cuma lautan sawit. Kami liat bangkai-bangkai pohon bertumbangan. Sementara hutan yang masih bagus di bagian belakangnya sudah siap dihancurkan.Mongabay.co.id: Selain kehancuran, apa lagi yang Navicula saksikan?
|
[0.9994375705718994, 0.0002719675248954445, 0.0002905141154769808]
|
2012-011-07.json
|
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami
|
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami | Kami memang mendatangi sejumlah hutan yang sudah hancur. Tapi kami juga berkunjung ke desa-desa yang masyarakatnya masih memiliki nilai-nilai adat untuk menjaga hutan desa mereka seperti di Desa Pendaun, Kalimantan Barat. Mereka punya sekitar 1.000 hektar hutan desa yang djaga oleh aturan adat. Tapi obrolan saya dengan ibu-ibu di sana, mereka justru skeptik. Meski mereka bisa menjaga hutan itu, tapi mereka ragu apakah anak cucu mereka bisa menjaganya. Saya menilai kemakmuran masyarakat tergantung pada keberagaman pangan. Dan itu semua adalah bahan-bahan yang ada di sekitar rumah termasuk di hutan. Hutan dihancurkan sama dengan tidak adanya lagi kemakmuran.Mongabay.co.id: Apa arti kampanye lingkungan bagi Navicula?Ini perjalanan yang exciting. Selain berbagi, saya bisa belajar dari yang lain (masyarakat) dari informasi yang mereka berikan. Di satu sisi isu ini adalah kampanyenya Navicula. Di sisi lain, dengan bearing witness kami dapat inspirasi untuk produk-produk seni. Soul full, yang hanya dapat diperoleh langsung ke lapangan. Kami ingin menginspirasi orang banyak lewat lagu-lagu. Bisa dikatakan ini jurnalisme yang menggunakan musik sebagai media. Secara pribadi, saya tidak ingin menyesal bahwa saya pernah diberi kesempatan tapi tidak melakukannya. Kalau saya tidak melakukannya, saya tidak berani mem-blame siapa-siapa. We die trying. Kalau itu gagal, proud of die trying. Saya percaya (kerusakan lingkungan) bisa diubah. Kalau dulu kita sebatas tagline, sekarang topik wacana bergeser ke action. Apa pun profesi fans, diharapkan ini menjadi inspirasi dan berkontribusi di bidang masing-masing dan ini bisa menjadi isu masif yang memancing orang untuk aksi.Mongabay.co.id: Apakah dengan mengangkat tema-tema lingkungan dan jalur independen, Navicula akan mampu bertahan?
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2012-011-07.json
|
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami
|
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami | Itu hanya mitos industri kalau tidak ikut label, lagu kita tidak laku. Kami tidak ingin jadi slave industry. Kami pernah di dunia label. Tapi itu tidak memuaskan dan kami putuskan di jalur indie. Secara musik pun kami punya orisinalitas. Kita melakukan perlawanan karena pasar bisa diciptakan Dan kita tidak pernah membiayai music dari “uang dapur”. Lini Fan base. Ini kita bangun pelan-pelan dan kita sudah punya 24 ribu fans yang terukur. Kami yakin, musik akan membiayai sendiri. [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2013-008-04.json
|
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia
|
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia | [CLS] Ukuran tubuh mamalia ternyata pernah mengalami pengerdilan sepanjang dua kali proses pemanasan global yang terjadi di Bumi ini. Dalam sebuah temuan terbaru dalam penelitian yang dilakukan oleh pakar paleontologi University of Michigan hal ini bisa kembali terulang dalam pemanasan global yang disebabkan akibat aktivitas manusia saat ini.Para pakar telah mengetahui selama bertahun-tahun bahwa mamalia seperti primata dan satwa yang termasuk jenis juda dan rusa telah mengecil sepanjang proses pemanasan global terjadi di masa Paleocene-Eocene Thermal Maximum yang terjadi sekitar 55 juta tahun yang lalu. Kini pakar peleontologi University of Michigan Philip Gingerich dan koleganya telah menemukan bukti baru bahwa proses “pengerdilan” mamalia juga muncul secara terpisah yang terjadi dua juta tahun setelah masa Paleocene-Eocene Thermal Maximum (PETM) tersebut.“Fakta bahwa hal ini terjadi dua kali secara signifikan meningkatkan kepercayaan diri kami bahwa kami sedang melihat penyebab dan dampak, bahwa salah satu respons menarik terhadap global warming di masa lalu adalah penyusutan secara signifikan dalam ukuran mamalia,” ungkap Gingerich, seorang profesor di bidang Ilmu Bumi dan Lingkungan.Hasil riset yang juga terdiri dari University of New Hampshire, Colorado College dan California Institute of Technology ini telah dipresentasikan tang gal 1 November lalu di Loas Angeles di pertemuan tahunan Society of Vertebrate Paleontology.Para pakar berkesimpulan bahwa penyusutan ukuran tubuh ini “nampaknya menjadi respons umum” yang terjadi di mamalia terhadap perubahan iklim yang ekstrem, yang disebut dengan istilah hiperthermal. Fenomena ini bisa diprediksi sebagai bagian dari reaksi alami terhadap dampak perubahan iklim yang terjadi di masa mendatang.
|
[0.014151335693895817, 0.013634245842695236, 0.97221440076828]
|
2013-008-04.json
|
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia
|
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia | Proses PETM terjadi selama 160.000 tahun dan suhu global meningkat sekitar -14 hingga -9 derajat Celcius pada puncaknya. Kenaikan suhu yang lebih kecil, dikenal dengan nama ETM2 (Eocene Thermal Maximum 2) berlangsung sekitar 80.000 hingga 100.000 tahun dan menyebabkan kenaikan suhu udara hingga -15 derajat Celcius.Gigi dan rahang mamalia dan primata yang terdampak perubahan iklim ETM2 ini ditemukan di Bighorn Basin di Wyoming, AS dan ukuran gigi geraham diguakan sebagai perkiraan ukuran tubuh spesies-spesies yang ada di masa ini. Para pakar menemukan bahwa ukuran tubuh mamalia menyusut pada masa ETM2, namun tak sebanyak penyusutan yang ditemukan di fosil yang terdampak pemanasan global di era PETM.Seperti contohnya, kajian ini menyebutkan bahwa garis keturunan awal kuda sebesar anjing, yang disebut Hyracotherium mengalami pengerdilan sebesar 19% pada masa ETM2. Garis keturunan kuda yang sama mengalami pengerdilan sebesar 30% di masa PETM. Setelah kedua masa ini, satwa ini kembali ke ukuran sebelum adanya pemanasan global.“Yang paling menarik, berlanjutnya pengerdilan mamalia mungkin terkait dengan kondisi hipertermal ini,” ungkap salah satu anggota tim penelitian dari University of New Hampshire, Abigail D’Ambrosia.Pembakaran bahan bakar berbasis fosil dan pelepasan panas ke udara yang menahan gas rumah kaca (terutama karbon dioksida) dianggap sebagai penyebab utama pemanasan global yang terjadi saat ini. Metan dinilai sebagai elemen gas rumah kaca yang lebih ampuh mempengaruhi dibanding karbon dioksida, an metan di atmosfir biasanya berubah menjadi karbon dioksida dan air.
|
[0.014151335693895817, 0.013634245842695236, 0.97221440076828]
|
2013-008-04.json
|
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia
|
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia | Kesamaan antara kondisi hipertermal di masa lalu dan pemanasan yang terjadi di saat ini membuat kajian terkait penyusutan yang dialami fosil ini menjadi bermakna. “Membangun sebuah pemahaman keterkaitan antara perubahan ukuran tubuh mamalia dan gas rumah kaca akibat pemanasan global di masa lalu akan membantu kita untuk memprediksi perubahan ekologi yang mungkin muncul dalam proses perubahan iklim di Bumi saat ini,” ungkap Salah satu peneliti dari University of New Hampshire, Will Clyde dalam pernyataannya.Di tahun 2006, Gingerich sudah menyampaikan bahwa pengerdilan yang terjadi di jenis mamalia bisa terkait berkurangnya nutrisi yang dikandung sejumlah tanaman akibat pemanasan global. Dengan kondisi seperti ini, tanaman menjadi cepat tumbuh tetapi mengandung nutrisi yang lebih sedikit.CITATION: University of Michigan. “Global warming led to dwarfism in mammals — twice.” ScienceDaily, 2 Nov. 2013. Web. 3 Nov. 2013. [SEP]
|
[0.014151335693895817, 0.013634245842695236, 0.97221440076828]
|
2020-068-04.json
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | [CLS] Baru-baru ini, Indonesia mematangkan bahan submisi untuk disampaikan kepada UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) terkait isu laut yang mulai bergulir sejak pelaksanaan COP 25 (Blue COP) di Madrid, Spanyol tahun 2018. Dalam keputusannya, pihak Indonesia meminta kepada pimpinan SBSTA (the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice) untuk melakukan dialog tentang laut dan perubahan iklim pada pertemuan ke 52 yang sedianya akan berlangsung pada bulan Juni 2020 mendatang.Untuk memfasilitasi dialog tersebut, UNFCCC meminta kepada para pemangku kepentingan (negara, organisasi, forum dan sebagainya) untuk menyampaikan submisi terkait isu yang akan dibahas dalam dialog yang akan diselenggarakan selama sidang SBSTA.Dalam submisinya, Indonesia menekankan pentingnya pertukaran informasi, pengalaman dan praktek-praktek yang dapat diimplementasikan dengan baik untuk kepentingan resiliensi pada masyarakat pesisir sebagai kelompok masyarakat yang paling terkena dampak perubahan iklim.Selain itu, Indonesia juga menganggap pentingnya meningkatkan aksi-aksi yang berbasis pada ekosistem yang diintegrasikan pada pengelolaan laut dan pesisir.Memproteksi dan merehabilitasi ekosistem laut yang rentan terhadap perubahan iklim, merupakan salah satu poin yang disampaikan pada submisi tersebut, termasuk bagaimana kerjasama dan penemuan-penemuan ilmiah dari kegiatan riset dan observasi dapat didiskusikan terutama untuk membantu negara-negara yang memiliki kapasitas terbatas baik dari sisi teknis dan sumberdaya. Submisi tersebut belum menekankan upaya mitigasi yang harus dilakukan untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim.Baca : Makin Diperhatikannya Isu Laut untuk Penanganan Perubahan Iklim
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2020-068-04.json
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | Sebagai panel saintifik yang dijadikan acuan oleh UNFCCC, bulan September 2019 IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) meluncurkan laporan khusus tentang laut dan kriosfer dalam Perubahan Iklim yang menyoroti pemanasan global terhadap ekosistem laut, pesisir, kutub dan gunung, dan komunitas manusia.Laporan tersebut menyoroti pentingnya memprioritaskan tindakan yang sesuai dan pada waktu yang tepat, terkoordinasi dan ambisius untuk mengatasi perubahan yang terjadi secara luas dan dapat terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama.Ditekankan pula pentingnya memberdayakan masyarakat, komunitas, dan pemerintah untuk menangani perubahan-perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya di semua aspek masyarakat. Menggabungkan ilmu pengetahuan dengan pengetahuan lokal dan tradisional, menjadi kunci penting dalam memberikan bukti-bukti nyata terhadap kejadian perubahan iklim.Laut sendiri, memegang dua peranan dalam sistem perubahan iklim, yaitu laut sebagai bagian yang terkena dampak dan laut sebagai sumber terjadinya perubahan iklim. Namun, dalam laporan IPCC laut dinyatakan sebagai objek yang terdampak oleh akibat adanya perubahan iklim. Bukan sebagai sumber penyebab terjadinya perubahan iklim.Sebagai negara dengan lautan yang luas, Indonesia tentunya akan menjalani dua peran tersebut. Apakah betul laut Indonesia terkena dampak dari perubahan iklim? Dan seberapa besar peranan laut Indonesia sebagai sumber terjadinya perubahan iklim?Dalam konteks perubahan iklim, sering disebut bahwa perubahan iklim menyebabkan terjadinya pencairan es dan kemudian terjadi kenaikan tinggi muka air laut karena pencairan es tersebut. Untuk negara-negara yang berada di lintang menengah dan lintang tinggi, hal ini tentu saja akan sangat terasa. Karena selain memiliki empat musim, fluktuasi suhu di negara-negara ini juga cukup tinggi sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akan sangat terasa.
|
[0.00022448855452239513, 0.9995179176330566, 0.00025760283460840583]
|
2020-068-04.json
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | baca juga : Indonesia Tekankan Tiga Isu Kelautan pada Sidang Umum PBB Lalu apakah isu kenaikan tinggi muka air laut akan sampai di Indonesia?Dari pola sirkulasi laut yang saling terkoneksi satu sama lain (the great conveyor belt) dan perjalanannya yang akan memakan waktu ratusan tahun untuk sampai ke Indonesia, sepertinya isu kenaikan tinggi muka laut karena pencairan es bukan menjadi isu utama yang perlu diperhatikan.Isu itu menjadi membingungkan ketika kemudian kita dihadapkan pada situasi dimana, seperti contoh klasik yang terjadi di pesisir utara Jawa, kenaikan tinggi muka air laut lebih banyak dipengaruhi oleh turunnya muka air tanah (land subsidence).Kemungkinan lain kenaikan tinggi muka air laut, dapat disebabkan oleh adanya thermal expansion yang disebabkan oleh menghangatnya suhu air laut. Tetapi masih perlu dilakukan banyak kajian terkait seberapa besar pengaruh thermal expansion ini terhadap kenaikan tinggi muka air laut di Indonesia, mengingat fluktuasi suhu muka laut Indonesia tidak besar.Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah adanya gelombang ekstrim akibat adanya siklon tropis. Walaupun siklon tropis tidak terjadi di wilayah ekuator, namun siklon tropis diyakini dapat memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung kepada Indonesia.Dampak secara langsung dari siklon tropis adalah penjalaran alun dari sumber siklon yang dapat meningkatkan intensitas gelombang di perairan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Laut Cina Selatan, dan Perairan Australia.Upaya-upaya adaptasi perubahan iklim sudah banyak dilakukan di Indonesia, terutama terkait dengan resiliensi masyarakat pesisir seperti nelayan, wisata bahari dan penggunaan solusi hybrid untuk perlindungan pantai. Upaya mitigasi, terutama apabila dikaitkan dengan pengertian bahwa mitigasi adalah aksi pengurangan emisi, masih berjalan lambat dan belum sepenuhnya diimplementasikan.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2020-068-04.json
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | Perlu dibaca : Indonesia Kembali Serukan Blue Carbon Untuk Penanganan Perubahan Iklim Berbagai forum global (Because the Ocean, Global Ocean Forum, High Level Panel for Sustainable Ocean Economy) menekankan pentingnya fungsi laut sebagai bagian dari aksi mitigasi. Pemanfaatan energi terbarukan dari laut dan pengalihan bahan bakar untuk kapal-kapal yang berlayar dianggap sebagai upaya yang signifikan dalam pengurangan emisi.Sebagai negara yang memiliki wilayah laut yang besar, energi dari pasang surut dan gelombang, dan konversi energi dari panas laut, merupakan potensi laut Indonesia yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai energi terbarukan. Sayangnya, semua masih dalam tahap kajian. Dan jika pun ada, pemanfaatan energi dari laut itu belum dimanfaatkan secara optimal.Organisasi Maritim Internasional (IMO) telah mengeluarkan regulasi yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2020 yang bertujuan untuk secara signifikan mengurangi emisi SOx dari 3,5% m/m (konten massa) sulfur konten sampai saat ini menjadi 0,5% m/m.Implementasi regulasi ini di Indonesia, kemudian juga diperkuat dengan dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor 35 Tahun 2019 tanggal 18 Oktober 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Bahan Bakar Low Sulfur dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar yang tidak Memenuhi Persyaratan serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang dari Kapal.Seberapa besar pengurangan emisi dari penerapan regulasi ini masih harus menunggu hasil implementasi ini sekitar 5-10 tahun mendatang.Meskipun laut terbuka atau laut lepas menampung banyak ekosistem dan organisme laut yang berfungsi sebagai penyerap karbon dalam jangka panjang, sampai sekarang sebagian besar perhatian masih tertuju pada peluang dari ekosistem pesisir kunci yaitu mangrove dan padang lamun.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2020-068-04.json
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | Ekosistem pesisir ini memiliki potensi mitigasi yang diakui secara luas dan memiliki manfaat tambahan adaptasi. Walaupun potensi ekosistem pesisir ini besar, potensi untuk melepaskan emisi juga akan menjadi besar jika mangrove dan lamun mengalami degradasi.Stok karbon yang tersimpan pada biomassa ataupun sedimen akan terekspos udara dan kemudian selanjutnya proses mikrobiologi akan melepaskan gas rumah kaca ke kolom air atau atmosfer secara langsung. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan mengingat konversi alih guna lahan menjadi lahan tambak masih cukup banyak terjadi di Indonesia.Baca juga : Besarnya Potensi Karbon Biru dari Pesisir Indonesia, Tetapi Belum Ada Roadmap Blue Carbon. Kenapa? Bagaimana dengan isu global lain seperti pengasaman atau penurunan pH air laut (ocean acidification) dimana pengasaman laut merujuk kepada penurunan tingkat keasaman air laut akibat reaksi antara gas rumah kaca CO2 dan air laut?Sama seperti halnya kenaikan tinggi muka air laut, di kawasan perairan Indonesia terutama di wilayah pesisir, sulit dibedakan antara pengasaman air laut yang memang terjadi karena faktor perubahan iklim dan faktor lokal seperti pembuangan limbah yang menyebabkan laju pengasaman lebih tinggi apabila kita bandingkan dengan tren global.Isu yang sama juga terjadi pada peristiwa pemutihan karang (coral bleaching) di Indonesia, yang masih sulit dibedakan antara faktor perubahan iklim dan faktor lokal.Masih banyak isu lokal perubahan iklim di Indonesia yang (mungkin) tidak menjadi perhatian di lingkup global. Salah satu contoh adalah berubahnya ritme musiman dan distribusi spesies di laut seperti yang terjadi pada ikan lemuru di Selat Bali. Kombinasi antara pemanasan dan pengasaman laut juga berdampak negatif pada perikanan budidaya.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2020-068-04.json
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
|
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | Perlu menjadi catatan bahwa secara saintifik kurangnya monitoring dan observasi terhadap kondisi laut, termasuk data historis, menjadi penyebab lemahnya data dan analisis perubahan iklim untuk menjawab isu yang terjadi di laut (sebagai sumber atau objek yang terkena dampak).Hal ini sering membuat analisis yang dibuat tidak sesuai dengan fenomena yang sudah, sedang dan akan terjadi. Ditambah lagi dengan adanya gap antara peneliti (ilmu alam dan sosial), sehingga implementasi mitigasi perubahan iklim kadang tidak sesuai dengan kultur masyarakat setempat.Untuk itu, pekerjaan besar perlu dilakukan oleh instansi/lembaga terkait untuk membuat suatu peta jalan (roadmap) khusus isu laut dan perubahan iklim yang tidak hanya menjawab isu global tapi juga menjawab dan mengantisipasi isu-isu perubahan iklim yang terjadi pada konteks lokal. Peta jalan ini harus spesifik, terukur, mampu dilaksanakan, realistis dan memiliki target waktu tertentu. * Dr. Anastasia Rita Tisiana Dwi Kuswardani, Peneliti Oseanografi Fisik di Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Artikel ini adalah opini penulis. [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2016-037-08.json
|
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun
|
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun | [CLS] Tak heran memang apabila kota besar tidak lepas dari kesan metropolitan. Gedung – gedung tinggi menjulang serta infrastruktur terus berkembang. Disamping, pembangunan kota kian gemilang, acapkali aspek lingkungan luput dari padangan.Salah satunya adalah keberadaan lahan pertanian di perkotaan yang makin menurun karena alih fungsi lahan. Misalnya Kota “Kembang” Bandung, Jawa Barat, diperkirakan setiap tahunnya terjadi penyusutan lahan cukup signifikan. Padahal secara geografis Bandung dikelilingi pegunungan yang menjadi keuntungan sektor agraris.“Sulit memang mencegah alih fungsi lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi sektor lain misalnya properti dan industri,” Kata Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertapa) Kota Bandung, melalui stafnya Astrid Kurinia, minggu kemarin, di Bandung.Astrid mengatakan banyak faktor yang melatar belakangi alih fungsi lahan pertanian, seperti pembangunan kota dan semakin bertambahnya jumlah penduduk menjadi pemicu utama banyaknya alih fungsi lahan.Berdasarkan data pada tahun 2015, lahan pertanian mencapai sebesar 988 hektar dan pada tahun 2016 ada penyusutan sekitar 252 hektar, menjadi 736 hektar. Lahan pertanian tersebut, beralih fungsi menjadi perumahan, properti hingga industri.Astrid memaparkan berkurangnya lahan pertanian otomatis mempengaruhi produksi padi, yang rata – rata produksinya sekitar 6.5 ton per hektar. Ditambahkanya, untuk menekan angka penurunan lahan pertanian, pihak pemerintah akan mengupayakan perluasan lahan abadi sebesar 32 hektar.“Untuk mempertahankan lahan pertanian sulit dilakukan, karena memang alih fungsi lahan tidak bisa ditahan. Akibatnya kebutuhan pangan kota 90% di pasok dari luar kota. Dan kami sedang mengembangkan pertanian modern (Urban Farming) untuk mengantisipasi penyempitan lahan,” imbuhnya.Pola Pembangunan Strategis
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2016-037-08.json
|
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun
|
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun | Pengamat lingkungan dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Chay Asdak, menilai perlu ada kebijakan strategis dari pemerintah untuk mengatasi penyusutan lahan produktif di perkotaan sebagai upaya menjaga keseimbangan lingkungan.Menurutnya perlu ada pengendalian konversi lahan, yang biasanya lahan produktif, untuk pembangunan. Selain lahan – lahan pertanian, lanjut dia, banyak situ atau waduk yang dulunya dipergunakan sebagai water retention (penampungan air) justru hilang keberadaanya.“Dulunya ada Situ Aksa dan Situ Gede Bage sebagai resapan air di Bandung. Sekarang situ sudah tidak ada. Jadi tidak hanya lahan pertanian saja yang hilang tetapi juga daerah resapan air pun hampir hilang oleh pembangunan,” kata dia saat ditemui Mongabay di Gedung Pasca Sarjana Unpad, Bandung.Dia menuturkan, dampak alih fungsi lahan pertanian jelas memicu persoalan lingkungan hidup. Bencana alam yang sifatnya antropogenik seperti banjir, longsor, sedimentasi, kekurangan air ketika musim kemarau dan mudah diprediksi serta sering terjadi.“Ini semua terkait dengan alih fungsi lahan dan dampaknya sudah bisa kita rasakan. Kembali lagi kepada pola kebijakan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Perlu langkah serius dari segi pengawasan dan perencanaanya,” jelas pria yang akrab di sapa Prof Chay itu.Dia menuturkan, lahan – lahan produktif tidak saja menghasilkan produk pertanian semata tetapi juga sebagai penyeimbang ekosistem dan ekologi lingkungan. Maka, proses pembangunan kota mesti bertanggungjawab melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang bertanggungjawab.“Karena pembangunan mengacunya pada 2 hal itu. RTRW dimensinya lama sekitar 20 tahun tapi kemudian RDTR (Rencana detail tata ruang kabupaten/kota) menjadi lebih rinci. RPJMD lebih spesifik sebab berhubungan dengan visi pemimpin daerah karena waktunya 5 tahunan,” katanya.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2016-037-08.json
|
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun
|
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun | Dia memaparkan pemerintah dalam hal ini terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyadari bahwa pembangunan yang diwujudkan dengan penyusunan RTRW, RDTR dan RPJMD itu kecenderungan menimbulkan alih fungsi lahan pertanian yang bisa menimbulkan bencana alam dan bahkan kedapan mungkin mengacu pada persoalan pangan.Dikatakan Chay, dampak buruk pembangunan terhadap lingkungan diantisipasi dengan penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), agar tercipta pembangunan berkelanjutan. Karena dalam prosesnya, KLHS menekankan proses partisipasi perencanaan pembangunan yang sifatnya inklusif melibatkan pihak non pemerintah seperti para ahli, pemerhati, komunitas dan masyarakat.“Sejatinya subtansinya KLHS sebenarnya menghindari dampak lingkungan yang timbul dan sosial juga. Karena KLHS adalah instrumen lingkungan hidup, maka yang ditekankan KLHS merupakan isu lingkungan hidup dan sosial. Sedangkan RTJMD konteknya selalu ekonomi lantaran itu mandatnya kepala daerah yang dipilih setiap 5 tahun sekali,” tutur Chay.Namun, menurutnya, dua syarat pembangunan tersebut sampai saat ini masih kedodoran, karena lemah dalam tahap implemetasinya. Pemerintah kurang serius menerapkan aturan. Pemerintah masih menggunakan Permendagri No.67 Tahun 2012 dan belum merancang Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan yang lebih tinggi soal KLHS tersebut.“Jadi kalau pemerintah ingin serius menerapkan aturan KLHS sebagai rujukan pembangunan berkelanjutan yang sangat penting, maka regulasinya harus dibenahi, aturannya harus diperbaiki. Sebab PP lebih tinggi dari Permendagri,” tegasnyaPemerintah kata dia, seharusnya berperan dalam memproteksi penurunan lahan pertanian sesuai UU No.32 Tahun 2009. Dengan begitu, alih fungsi bisa dimanfaatkan dengan bijaksana sesuai kaidah lingkungan tanpa menghambat laju pembangunan.
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2016-037-08.json
|
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun
|
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun | Dia menjelaskan, KLHS lebih kearah perencanaan atau program kebijakan pemerintah dalam upaya pembangunan kota. Lalu Amdal, kata dia, ruangnya lebih terperinci pada proyeknya. Jadi kata dia, keduanya perlu dilakukan karena memiliki dimensi yang berbeda untuk menunjang pembangunan berkerlanjutan.Pertanian Berdasarkan pantauan Mongabay, sebagian besar kawasan Dago, Bandung, yang merupakan kawasan resapan air kini banyak tumbuh bangunan properti dan villa. Sedangkan lahan pesawahan di Gedebage telah banyak berdiri perumahan dan industri.Sarif (72), seorang petani di Gedebage mengaku pasrah bila suatu saat harus beralih profesi mengingat makin minimnya lahan pertanian. Di tanah seluas 400 meter persegi dia bersama istrinya menggarap lahan sawah. Rata – rata dia memperoleh 8 kuintal padi setiap panen setahun dua kali.“Saya disini hanya menggarap lahan. Lahan ini sudah milik sebuah pabrik. Biasanya saat panen hasilnya dibagi dua dengan pemilik lahan. Sudah 35 tahun saya bertani makin kesini makin habis sawahnya. Banyak petani yang tidak bisa bertani lagi karena lahan garapanya sudah banyak di bangun,” tambahnya. [SEP]
|
[0.018279889598488808, 0.9633055329322815, 0.01841459982097149]
|
2012-022-14.json
|
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang
|
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang | [CLS] MUNGKIN dengan harapan warga menjadi takut dan proses pengangkutan lancar, perusahaan tambang pun menggunakan ‘alat transportasi’ kapal perang TNI AL untuk mengangkut alat-alat berat perusahaan. Gejolak dan pertikaian warga pun terjadi.Peristiwa ini terjadi di Sulawesi Utara (Sulut), Jumat(17/8/12). Perusahaan tambang PT. Mikgro Metal Perdana (MMP) asal China, menggunakan kapal perang berlambang Garuda bernama KRI Nusa Utara bernomor 584. Kapal ini mengantar peralatan PT. MMP ke pantai di Desa Kahuku Likupang Kabupaten Minahasa Utara. Kapal ini merapat tepat pada hari kemerdekaan RI.Hendrik Siregar Juru Kampanye Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, ironis sekali, pada 17 Agustus, seharusnya aparatur negara, khusus TNI memperingati hari kemerdekaan di kesatuan masing-masing. “Kapal perang 584, justru jadi alat transportasi bagi perusahaan tambang. Kapal perang salah satu simbol kekuatan dan kedaulatan negara, justru tunduk memfasilitasi kekuatan modal perusahaan tambang,” katanya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu(29/8/12).Kehadiran aset TNI Angkatan Laut (AL) membawa alat berat PT. MMP, menimbulkan pertikaian warga. Warga, yang sejak semula menolak rencana operasi PT. MMP, meminta kapal perang ini pergi membawa serta barang-barang itu. Namun upaya warga dihalang-halangi aparat Desa Kahuku juga Kepala Sekolah SMP Nasional Bertsyeba Kahuku, Lansut Ruitang.Seorang warga, Maria Parede, mengalami cedera akibat tindakan kekerasan aparat desa ini. Beberapa warga pun nyaris baku hantam setelah itu, akibat kengototan pihak yang menginginkan kapal perang membongkar isi muatan.“Menyedihkan, simbol kekuatan negara hadir seharusnya mampu melindungi dan menyatukan rakyat justru menimbulkan perpecahan yang berpotensi konflik kekerasaan.”
|
[0.9993312358856201, 0.00032338130404241383, 0.0003454339748714119]
|
2012-022-14.json
|
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang
|
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang | Kehadiran perusahaan tambang ini, menimbulkan pro kontra di masyarakat. Tak hanya itu, ada kejanggalan-kejanggalan atas kewajiban-kewajiban prosedur administrasi perusahaan ini. Pulau Bangka, lokasi rencana operasi PT. MMP, berhadapan langsung dengan Taman Nasional Laut Bunaken Tua. “Secara peruntukan saja izin PT. MMP melabrak fungsi kawasan sebagai tempat wisata alam laut,” ujar dia.Dengan potensi konflik ini, semestinya pemerintah bertanggung jawab menjaga keutuhan bangsa dan mengambil langkah tepat agar tidak menimbulkan jatuh korban. Terutama warga yang memiliki hak hidup atas wilayah kelola mereka.“Kejadian ini bukti kita sudah tidak berdaya melawan pemodal dan menjadikan stigma TNI sudah tidak lagi melindungi tapi menjadi bagian dalam kejahatan perusak lingkungan.”Kronologis Insiden 17 AgustusPagi itu, sekitar pukul 06.00 di tepi pantai Desa Kahuku KecamatanLikupang, KabupatenMinahasa Utara, Sulut, ada ribut-ribut. Ternyata, seorang ibu, Maria Parede nekat berteriak. Dia berusaha memperingatkan kepada orang-orang perusahaan dan awak kapal tongkang dengan identitas 584 dan berlambang burung Garuda di anjungan kapal, agar tak bongkar muat alat bor raksasa dan kendaraan tambang milik PT. MMP. Awak kapal yang diduga milik TNI AL ini para anggota TNI.Maria berusaha dihalau seorang aparat pemerintah Desa Kahuku juga Kepala sekolah SMP Nasional Bertsyeba Kahuku, Lansus Ruitang. Lansut berusaha melarang dan menghalangi Maria agar menjauh dari tepi pantai dan tidak menghalangi bongkar muat ini.Adu mulut antara Maria dan Lansut tak terhindarkan. Lansut emosi dan berusaha memegang tangan kiri Maria kuat-kuat. Dia memutar tangan Maria dengan paksa. Maria terbanting. Tangannya memar dan bengkak.
|
[0.9993312358856201, 0.00032338130404241383, 0.0003454339748714119]
|
2012-022-14.json
|
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang
|
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang | Melihat kejadian itu, masyarakat serentak emosi dan beramai-ramai memenuhi tepi Pantai Kahuku. Mereka ikut menghalau upaya bongkar muat. Masyarakat lebih memilih berjaga-jaga di tepi pantai ketimbang mengurus persiapan upacara 17 Agustus di desa mereka.Upacara tertunda beberapa jam, masyarakat bergantian melakukan pengawasan ketat di tepi pantai. Akhirnya Kapolsek Likupang beserta anggota datang untuk pengamanan.Setelah upacara selesai, sekitar pukul 11 siang di tepi Pantai Kahuku makin banyak masyarakat berdatangan. Sekitar 300 orang di lokasi tempat kapal berlabuh. Mereka terdiri dari warga kontra dan pro tambang. Masyarakat yang tegas menolak kehadiran perusahaan tambang di Pulau Bangka, ini lebih mendominasi.Kapolsek Likupang menggelar pertemuan di camp yang dihuni orang-orang perusahaan. Masyarakat yang menolak perusahaan, mengelilingi camp sambil mendengarkan proses musyawarah. Sesekali masyarakat berteriak agar mengusir orang-orang perusahaan dari Pulau Bangka. Ada yang berteriak “bakar jo tu kapal” dan lain-lain.Setelah meminta pendapat dari masyarakat, pemerintah desa dan perusahaan, keputusan masyarakat tetap menolak perusahaan. Warga meminta kapal meninggalkan pulau ini. Meski pertemuan tertutup antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pemerintah desa sudah dilakukan, BPD tetap meminta kapal harus meninggalkan Pulau Bangka.Pada pukul 14.00, nyaris terjadi perkelahian antara masyarakat pendukung tambang dan penolak tambang. Pertikaian diawali karena tidak ada solusi lain selain meminta kapal segera meninggalkan Pulau Bangka. Aparat Polsek Likupang berusaha mengamankan pertikaian itu dan meminta seluruh masyarakat tetap tenang.
|
[0.9993312358856201, 0.00032338130404241383, 0.0003454339748714119]
|
2012-022-14.json
|
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang
|
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang | Masyarakat yang menolak tambang masih tetap melakukan penjagaan di tepi pantai selama kapal masih di Pulau Bangka. Pukul 19.00, Maria melaporkan Lansut Ruitang ke Polda Sulut. Penyidik membuat berita acara pemeriksaan (BAP) dan menuju Rumah Sakit Bayangkara untuk visum. [SEP]
|
[0.9993312358856201, 0.00032338130404241383, 0.0003454339748714119]
|
Subsets and Splits
No community queries yet
The top public SQL queries from the community will appear here once available.